GOWA, iNewsSerpong.id - Sebaiknya mahasiswa baru Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Gowa, Sulawesi Selatan menjadikan fakultas sebagai contoh dalam melek literasi, membaca, dan menulis.
Hal itu disampaikan Tokoh Literasi dan Penulis Nasional, Bachtiar Adnan Kusuma, dalam Orasi Ilmiah bertajuk “Membumikan Literasi dalam Menjaga Tradisi Akademik di Perguruan Tinggi”, yang dibuka Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Prof. Dr. H. Abd. Rasyid Masri, di Auditorium UIN Alauddin, Samata, pada Selasa, 3 September 2024.
Bachtiar menegaskan bahwa tidak ada suatu bangsa yang besar, dan tidak ada kampus yang maju, tanpa menjadikan membaca dan menulis sebagai dasar utama.
Budaya Baca Jepang
Ia mengisahkan bagaimana Jepang berhasil mengalahkan Uni Soviet di Perang Tsushima pada 1904-1905, meski Uni Soviet memiliki persenjataan modern, karena sebagian besar tentaranya tidak bisa membaca.
Sementara itu, tentara Jepang, meskipun bersenjatakan lebih sederhana, memiliki budaya baca yang tinggi, yang berkontribusi pada kemenangan mereka. “Budaya membaca dan menulis harus menjadi cermin utama bagi setiap mahasiswa di kampus manapun,” kata Bachtiar.
Ia juga menekankan bahwa ukuran kampus yang baik dapat dilihat dari sejauh mana mahasiswa mengadopsi budaya baca dan menulis serta memanfaatkan fasilitas perpustakaan yang ada.
Bachtiar mengajak semua pihak untuk merefleksikan kondisi kampus, di mana masih banyak dosen dan guru yang minim dalam aktivitas membaca dan menulis. Berdasarkan survei, dari seratus responden, 56% mengaku belum pernah menulis buku, dan 44% yang sudah menulis buku belum terpikir untuk menerbitkannya.
Di antara 56 responden yang belum menulis, alasan yang muncul antara lain adalah karena tidak tahu cara menulis (46,3%), tidak ada waktu (35,7%), kurang percaya diri (7,3%), merasa tidak berbakat (7,3%), dan kurang motivasi (3,6%).
Bachtiar mengutip pernyataan Widaryanto bahwa hanya sekitar 0,125% dosen di 45 Perguruan Tinggi Negeri dan 1.400 PTS di Indonesia yang aktif menulis artikel untuk surat kabar, jurnal, dan buku.
Hal ini menunjukkan adanya masalah serius dalam minat baca dan budaya menulis di kalangan akademisi. Ia menekankan bahwa minat baca yang tinggi dapat menciptakan ekosistem bagi penulis agar tumbuh dan berkembang.
Dalam analisisnya, Bachtiar mencatat rendahnya minat baca juga dipengaruhi oleh perilaku anak-anak yang lebih tertarik bermain game dan menonton daripada membaca, dengan rata-rata waktu bermain mencapai 30-35 jam per minggu.
Ia menekankan bahwa perpustakaan seharusnya menjadi "maha gudang" ilmu, tetapi sekarang kondisinya seringkali tidak mencerminkan potensi tersebut.
Bachtiar menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki pengguna media sosial yang aktif, terutama di platform seperti Twitter dan Facebook, tingkat membaca dan menulis masih rendah jelas terlihat.
Hal ini ditemukan dari studi yang menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat tinggi dalam aktivitas media sosial namun kurang dalam budaya literasi. (*)
Foto bersama usai Bachtiar Adnan Kusuma menyampaikan Orasi Ilmiah. (Foto: Ist)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait