Mayday, Mayday... Selamatkan Garuda Dari Turbulensi Utang Jumbo
JAKARTA, InewsSerpong.id - Upaya penyelamatan maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) yang didera rugi serta utang jumbo memunculkan dua opsi.
Opsi pertama adalah Pemerintah wajib menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan, lantaran perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan flag carrier kebanggaan Indonesia.
Namun, di sisi lain, opsi kedua agar Garuda Indonesia dipailitkan. Hal ini mengingat opsi penyelamatannya membutuhkan dana sangat besar dan akan membebani keuangan negara.
Menteri BUMN Erick Thohir, saat berada di Dubai pekan lalu, menyatakan, bahwa kementriannya berkomitmen melakukan penyelamatan Garuda dengan melakukan restrukturisasi utang, serta menyusun strategi bisnis ke depan. Tak pelak, komitmen Kementerian BUMN tersebut disambut positif berbagai kalangan.
Pengamat Investasi Global dan Pasar Modal, Edhi Pranasidhi menegaskan, pemerintah wajib menyelamatkan Garuda. Pasalnya, selain sebagai maskapai penerbangan flag carrier yang menjadi salah satu identitas Indonesia di kancah internasional, mayoritas kepemilikan saham Garuda juga dikuasai oleh negara, dengan porsi lebih dari 60%.
Jika Garuda dibiarkan bangkrut, lanjut Edhi, salah satu kerugiannya adalah bisa menghilangkan kepercayaan investor asing kepada pemerintah Indonesia. Karena, kreditur dan lessor Garuda itu berinvestasi di Indonesia.
Bila kepercayaan investor hilang, ke depannya akan menambah country risk investment bagi Indonesia. Jadi, risiko berinvestasi di Indonesia bisa meningkat di mata investor asing.
Selain itu, akan menimbulkan multiplier effect kepada industri di dalam negeri. Sebab, Garuda bukan hanya punya utang kepada lessor (prinsipal sewa pesawat), tapi juga ke sejumlah BUMN.
Founder Indonesia Superstocks Community itu menegaskan, skema penyelesaian utang-utang Garuda Indonesia kepada kreditur dan lessor harus berjalan win-win solution bukan, lose-lose solution.
Sebab, apabila skema penyelesaiannya merugikan Garuda Indonesia, dampaknya pemerintah juga akan ikut menanggung kerugian. "Dalam dunia bisnis, kepercayaan adalah segalanya," kata Edhi dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Menurut catatan Edhi, saat ini total aset maskapai Garuda sekitar Rp 146,6 triliun. Sementara itu, short term debt atau utang jangka pendek maskapai berkode saham GIAA ini sebesar Rp 73 triliun. Lalu, long term debt atau utang jangka panjang Garuda mencapai Rp 114,6 triliun. Angka ini berpotensi terus bertambah seiring berjalannya beban bunga utang Garuda.
Edhi menggambarkan, umumnya, kreditor memberikan pinjaman dalam dollar Amerika Serikat (USD) dengan bunga di atas 7%. Kalau dirupiahkan, bunganya rata-rata bisa 10% per tahun.
Dengan bunga sebesar itu, maka kewajiban Garuda Indonesia membayar bunga pinjaman sekitar Rp 7,3 triliun per tahun. Ini baru bayar bunga utang jangka pendek, belum termasuk utang jangka panjang.
Untuk kupon bunga jangka panjang, biasanya sebesar 10% per tahun. Jadi, untuk bayar bunga utang long term kepada kreditur berkisar Rp 11,4 triliun per tahun.
"Kondisi seperti ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di Indonesia untuk menyelamatkan Garuda," imbuh Edhi.
Utang PT Garuda Indonesia Tbk kian membengkak hingga menembus Rp 100 triliun. (Foto : Ist)
Pemerintah, sambung dia, harus bisa meyakinkan kepada seluruh kreditor bahwa Garuda memiliki dana cash untuk membayar utang pokok beserta bunganya. Karena itu, pemerintah perlu menentukan skema yang tepat agar Garuda Indonesia bisa membayar seluruh utangnya kepada kreditor.
Untuk itu, ada beberapa skema opsi yang bisa dilakukan Garuda. Pertama, kata Edhi, pemerintah bisa memberikan izin kepada Garuda Indonesia untuk menerbitkan obligasi (bond) dengan tenor 30 tahun. Nilai obligasinya berkisar Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun.
Dari jumlah ini, 50% digunakan untuk membayar utang dan sisanya untuk keperluan biaya operasional Garuda. Tentu, yang membeli obligasi Garuda adalah pemerintah. Bisa juga, pemerintah berbagi beban dengan Bank Indonesia (BI). (*)
Editor : Syahrir Rasyid