Di wilayah tersebut, pesawat tempur kelas atas Rafale, Sukhoi MKI dan MIG 29 telah dikerahkan. Tiga jenis pesawat ini tidak menghadapi masalah lepas landas dengan membawa banyak senjata dan bahan bakar, dan juga memiliki banyak keunggulan dibandingkan pesawat China.
Manajer kampanye di Beijing bekerja keras untuk membuat pesawat tempur J-20 yang telah dikembangkan sendiri oleh China, dengan mengeklaim bahwa pesawat tersebut lebih unggul secara teknologi dibandingkan pesawat mana pun yang ada di gudang senjata India.
Disebutkan bahwa J-20 telah dikerahkan di Komando Teater Barat Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China yang mengawasi perbatasan China-India.
China juga mengatakan bahwa kehadiran pesawat tempur generasi kelima ini akan memberikan superioritas udara yang diperlukan atas Angkatan Udara India di Tibet jika sewaktu-waktu terjadi konflik.
Mitos Teknologi J-20
Sejumlah para ahli China, dalam keterangan yang dikutip Global Times, melaporkan pada Juli 2020 bahwa, "Rafale hanyalah jet tempur generasi ketiga, dan tidak memiliki peluang besar dalam melawan jet tempur siluman generasi keempat seperti J-20."
Sekelompok pakar China lainnya, masih dalam laporan Global Times, telah mengakui bahwa J-20 sama sekali bukan pesawat tempur generasi kelima, melainkan generasi keempat. Pesawat tempur siluman yang masuk kategori generasi kelima adalah yang tidak meninggalkan tanda apa pun di radar musuh.
Hanya ada tiga pesawat generasi kelima di dunia saat ini, F-35 dan F-22 dari Amerika Serikat serta Su-57 buatan Rusia.
Mantan Kepala Staf Udara India Marsekal B. S. Dhanoa semakin “meledakkan” mitos keunggulan teknologi J-20 dibandingkan Rafale. “J-20 dilengkapi canard, sementara pesawat generasi kelima yang asli tidak memiliki canard,” ujarnya.
Canard adalah sayap depan kecil dari sebuah pesawat yang dipasang pada badan pesawat yang terletak di depan sayap utama. Komponen ini meningkatkan kontrol dan daya angkat pesawat, tetapi meninggalkan jejak di radar.
Selain itu, kata Dhanoa, tidak seperti pesawat generasi kelima, J-20 tidak dapat mencapai kecepatan jelajah super melebihi Mach 1.
Marsekal Udara Anil Chopra (purnawirawan) Angkatan Udara India pun pernah dikutip oleh The EurAsian Times pada 16 Januari 2021, di mana dirinya mempertanyakan kemampuan pesawat tempur China seperti J-20.
"Sementara China meremehkan kualitas Rafale, kami punya alasan untuk mempertanyakan kemampuan siluman J-20, mengingat bentuk sinyal radar yang kasar dan mencerminkan kendali canard. J-20 menggunakan mesin Rusia yang lebih tua, yang dirancang dengan buruk untuk menyembunyikan tanda radar dan inframerah," ungkapnya.
Chopra juga mengajukan pertanyaan tentang keandalan mesin J-20.
"Rencana kemunculan mesin China WS-15 masih jauh dari jadwal yang ditentukan. Belum diketahui kapan WS-15 akan benar-benar siap. Mesin Rafale telah teruji oleh waktu, lebih baik dalam hal keandalan, umur pemakaian panjang, dan perawatannya mudah," tutur Chopra.
Ada juga pertanyaan mengenai perangkat perang elektronik (EW) J-20, yang dalam kasus Rafale merupakan paket komprehensif yang mencakup seluruh spektrum ancaman.
EW suite adalah kemampuan pesawat untuk menggunakan gelombang spektrum elektromagnetik untuk mencegat dan mengganggu sistem elektronik musuh atau melindungi asetnya sendiri dengan menggunakan gelombang tersebut.
Angkatan Udara China telah mengerahkan J 20 di sektor Tibet dengan harapan besar bahwa jet tempur ini akan membantu mereka dalam mencapai keseimbangan kekuatan udara dengan India di sepanjang Garis Kontrol Aktual, namun kenyataannya tidak demikian.
J-20 vs Pesawat Jet Tempur Amerika
Pada 22 September 2022, juru bicara Angkatan Udara China Kolonel Senior Shen Jinke mengatakan bahwa J-20 telah dikerahkan di lima komando teater angkatan bersenjata China, termasuk komando barat yang menghadap ke India.
"Kami memiliki keunggulan tertentu. Kami akan mengoperasikan pesawat tempur yang akan membawa muatan penuh dan lepas landas dari Punjab, sedangkan pesawat tempur China harus beroperasi dari dataran tinggi Tibet yang kekurangan oksigen," kata seorang pejabat senior militer India, seperti dikutip dari majalah The Week.
Pesawat tidak dapat memanfaatkan kapasitas dan efisiensinya secara penuh ketika beroperasi di medan yang kekurangan oksigen seperti dataran tinggi Tibet yang tingginya 4.000 meter. Para manajer kampanye Partai Komunis China tampaknya telah kehilangan rasa proporsional ketika memuji kualitas J-20, bahkan sampai membandingkannya dengan F-35 dan F-22 milik AS.
"Mampu menantang pesawat terbaik yang ditawarkan AS, dan juga Su-57 milik Rusia," klaim mereka.
Namun, seorang analis dari lembaga think tank Sains dan Teknologi Militer Yuan Wang yang berbasis di Beijing, mengungkapkan hal sebenarnya.
Mesin XA 100 Amerika yang menggerakkan F-35 setidaknya masih 10 tahun lebih maju dari WS-15 yang menggerakkan J-20.
"China sejauh ini hanya menyamai mesin Amerika di beberapa bidang, namun tidak dalam performa secara keseluruhan. Menekankan pada satu bidang juga tidak berarti karena konfrontasi militer adalah tentang persaingan sistem dan persaingan kemampuan operasional bersama," kata analis tersebut.
J-20 memiliki kelemahan signifikan seperti yang telah disebutkan. Sistem mesin yang menggerakkan jet tetap menjadi aspek paling kontroversial dari pesawat ini.
Militer China awalnya menggunakan mesin Rusia untuk J-20, tetapi beralih ke produksi dalam negeri karena kinerjanya buruk. Masih belum jelas apakah produksi mesin dalam negeri sesuai jadwal dan seberapa efisien kerjanya.
J-20 Belum Teruji di Medan Perang
Kelemahan terbesar J-20 adalah belum diuji dalam pertempuran. Pesawat tersebut belum terlibat dalam aktivitas peperangan apa pun yang mungkin menunjukkan kemampuannya untuk berperang atau melakukan misi apa pun.
Pesawat Rafale Prancis yang diperoleh India sebagai jawaban atas J-20, telah terbukti kemampuannya di Republik Afrika Tengah, Libya, Mali, Afghanistan, Irak, dan Suriah.
Rafale memiliki kemampuan supercruise dan kemampuan radarnya sebanding dengan yang terbaik di dunia.
Menurut para analis, dibandingkan pesawat tempur China, ancaman yang lebih penting terhadap pesawat India di Tibet adalah banyaknya rudal permukaan-ke-udara yang dikerahkan di dataran tinggi tersebut.
Namun, imbuh para pakar, di dataran tinggi Tibet yang terbuka tanpa vegetasi apa pun, sistem rudal ini dapat menjadi sasaran empuk bagi rudal udara-ke-darat SCALP dan rudal Meteor di luar jangkauan visual yang dimiliki Rafale India.
Aset tempur Angkatan Udara India yang dikerahkan di pangkalan udara yang menghadap perbatasan China antara lain Rafale, dan Su-30 MKI, Mig-29, Mirage 2000 dan Jaguar. Sistem pertahanan udara S-400 juga telah dikerahkan untuk menghadapi pesawat dan rudal musuh dari jarak 400 km.
Penambahan kekuatan serangan mematikan baru-baru ini yang dikerahkan oleh India di perbatasan China adalah drone predator MQ-9B yang akan menambah secara signifikan kemampuan tentara dalam menjaga pengawasan di Garis Kontrol Aktual di ketinggian dan juga untuk melakukan seranga presisi bila diperlukan.
Faktanya, tentara India telah meluncurkan drone dalam jumlah besar dan mendirikan landasan udara untuk meluncurkannya. Kendaraan udara tak bersenjata ini telah menambah secara signifikan kapasitas tentara India dalam menjaga pengawasan di perbatasan China dan mencegah intrusi diam-diam oleh tentara China di seluruh Garis Kontrol Aktual.
(*)