JAKARTA, iNewsSerpong.id - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin mengungkap potensi perbedaan penetapan awal Ramadan yang akan terjadi tahun ini. Sejak 2017 penetapan awal Ramadan selalu sama antara pemerintah dan Muhammadiyah.
Thomas melihat adanya potensi perbedaan penetapan Ramadan itu sejak lama. Dia mengaku sudah menuliskan adanya potensi perbedaan itu sejak beberapa waktu yang lalu.
“Sebenarnya peringatan akan potensi perbedaan awal Ramadan 1443 sudah saya tuliskan di blog saya tentang Kalender 1443 dengan berbagai kriteria," tutur Thomas, Jumat (25/3/2022).
Dia mengungkapkan, patokan hilal yang sering dijadikan acuan pemerintah akan terlalu rendah untuk diamati dari biasanya tinggi bulan kurang dari 2 derajat.
"Itu artinya, rukyatul hilal (pengamatan hilal) pada saat magrib 1 April berpotensi tidak terlihat. Kalau pun ada yang melaporkan menyaksikan, itu sangat meragukan, sehingga berpotensi ditolak saat sidang isbat," kata pria yang juga menjadi peneliti astronomi di Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) ini.
Oleh karena itu menurut Thomas, apabila mengacu pada rukyat maka penetapan 1 Ramadan 1443 Hijriah kemungkinan terjadi pada tanggal 3 April 2022. "Maka 1 Ramadan 1443 kemungkinan besar pada 3 April 2022," ujarnya menegaskan.
Thomas menjelaskan, sejak awal 2022 Kementerian Agama mengadopsi kriteria baru kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS), yaitu tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Dengan kriteria baru tersebut, posisi bulan di wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura belum memenuhi kriteria. Berdasarkan patokan MABIMS tersebut, Thomas menilai pada 1 April posisi bulan tidak mungkin teramati.
Dia meyakini sidang isbat pada 1 April 2022 akan memutuskan 1 Ramadan 1443 H jatuh pada 3 April. "Hal ini berbeda dengan Muhammadiyah yang mengumumkan 1 Ramadan 1443 jatuh pada 2 April 2022," ungkapnya. (*)
Editor : Syahrir Rasyid