Tak hanya barang, penumpang dan kru kabin bisa saja bisa terpelanting ke atas jika tak menggunakan sabuk pengaman.
Pesawat turbulensi hingga barang berjatuhan - dok Istimewa
Beruntungnya, tidak ada korban jiwa dari kejadian turbulensi tersebut.
"Kabin kru saat itu langsung ambil posisi duduk di jumpseat, pake seatbelt. Saya sendiri berada di kabin paling belakang, setelah keadaan aman kita baru berani berdiri dan bersihkan tumpahan jus," terang Dicky.
"Kejadian yang bener-bener parah selama 30 menit, sisanya turbulensi biasa. Saat turbulensi parah itu penumpang histeris," jelas Dicky.
Selain turbulensi, Dicky juga pernah menghadapi penumpang yang sakit hingga meninggal dunia saat penerbangan.
"Sebelumnya, kami sudah diberitahu bahwa penumpang ini sudah dalam keadaan sakit," ujar Dicky.
Tetapi, di tengah penerbangan, situasi menjadi kritis karena penumpang tersebut mulai kesulitas bernafas, kehilangan kesadaran, dan badannya sudah mulai dingin.
"Kami sudah membantu sebisa mungkin melalui bantuan tabung oksigen, melakukan CPR, namun tetap tidak tertolong," kata Dicky.
Sayangnya, penumpang itu menghembuskan nafas terakhirnya dan membuat kru kabin harus merahasiakan kejadian tersebut kepada penumpang lainnya.
"Alhasil, kami harus meletakkan penumpang tersebut terlentang, tertutup selimut sampai pesawat mendarat di tujuan," aku Dicky.
Pelatihan Kru Kabin
Dicky memaparkan, sebagai kru kabin disiapkan dengan segala kemungkinan kondisi dalam penerbangan, mulai dari kelahiran sampai kematian.
"Kami dilatih cukup banyak soal medis, kru kabin harus dapat mengatasi semua jenis kondisi medis yang umum," paparnya.
Untuk itu, Dicky mengaku, banyak pelatihan yang harus diikuti kru kabin.
"Biasanya sekali dalam setahun, kru kabin diuji lagi terkait semua hal itu," ujarnya.
Dengan bekal pelatihan, kru kabin sudah diajarkan bagaimana menangani keadaan darurat. Hal ini juga tak lepas dari aturan maskapai yang sudah memiliki aturan tertentu untuk mengatasinya.
"Selama training, kami dilatih untuk menghadapi berbagai situasi kedaruratan tertentu yang berlaku di semua jenis pesawat."
"Misalnya bagaimana menghadapi kebakaran di pesawat, bagaimana menghadapi dekompresi (hilangnya tekanan oksigen dalam kabin pesawat sehingga sulit untuk bernafas), bagaimana cara keluar dari pesawat jika mendarat di darat/pun di air, bagaimana menghadapi pembajakan pesawat, menghadapi teror bom, dan sebagainya," tegasnya.
Meski demikian, jika terdapat penumpang yang beprofesi sebagai tenaga medis, mereka akan dipanggil terlebih dahulu untuk membantu kondisi darurat.
"Biasanya kami melakukan Public Address System (PA), 'Hadirin sekalian, apakah ada profesional medis di pesawat?'", imbuhnya.
Namun jika tak ada penumpang yang berprofesi tenaga medis maka kru kabin yang ikut turun tangan.
Bagaimanapun juga, pelatihan itu hanya untuk berjaga-jaga jika ada keadaan darurat selama penerbangan. Jadi, tak semua kru kabin pernah menerapkannya selama penerbangan. (*)
Editor : Syahrir Rasyid