Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah
BULAN Ramadhan telah berlalu, pergi meninggalkan kita beberapa hari yang lalu. Berat rasanya hati ini berpisah dengan bulan Ramadhan. Karena belum tentu di tahun depan kita akan berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan.
Kehadiran bulan Ramadhan setiap tahun membawa visi yang luar biasa yaitu menjadikan orang-orang beriman sebagai orang yang bertaqwa (muttaqin). Misi yang dijalankannya adalah kewajiban berpuasa di siang hari dan menjalankan ibadah-ibadah lainnya selama sebulan penuh.
Dengan misi tersebut, diharapkan visi muttaqin dapat diraih. Allah SWT telah menyampaikan hal ini dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 183: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”
Dalam banyak ayat yang tersebar di berbagai surat dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah menggambarkan karakter orang-orang beriman alumni Ramadhan yang mendapat gelar muttaqin. Salah satu ayat yang menggambarkan karakter alumni Ramadhan terdapat pada surat Ali Imran: 134:
“(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
Pada ayat di atas, Allah menggambarkan karakteristik orang-orang yang bertaqwa (muttaqin). Karakter alumni Ramadhan yang pertama adalah senang berinfak baik dalam kondisi lapang (berkecukupan) maupun dalam keadaan sempit (kekurangan).
Berinfak dalam kondisi lapang tentu tidak begitu sulit bagi sebagian orang karena memang memiliki harta yang berlebih. Namun, bagi orang yang muttaqin, dalam kondisi sempit pun, dia tetap berinfak sesuai dengan kemampuannya. Infak sudah menjadi karakter kesehariannya.
Rasulullah SAW bersabda: “Peliharalah dirimu dari api neraka meskipun dengan menyedekahkan sepotong kurma, dan perkenankanlah permintaan seorang peminta walaupun dengan memberikan sepotong kuku hewan yang dibakar.” (HR. Ahmad).
Allah SWT berfirman: “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS At-Thalaq: 7).
Rasa lapar dan dahaga selama berpuasa, mampu membangkitkan karakter biasa berinfak. Saling membantu dan berbagi, serta peduli kepada sesama berhasil dibentuk selama bulan Ramadhan. Oleh karenanya bulan Ramadhan dikenal juga dengan nama syahrul muwasah (bulan berbagi).
Karakter alumni Ramadhan yang kedua adalah mampu menahan amarahnya. Menahan amarah bukanlah perkara mudah. Namun, pendidikan dan pelatihan selama Ramadhan telah menempa diri orang beriman menjadi orang muttaqin dengan karakternya yang mampu menahan amarah.
Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah membentengi diri, maka bila salah seorang kamu di hari ia berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan teriak-teriak, dan jika seseorang memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW mejelaskan bahwa: “Yang namanya kuat bukanlah dengan pandai bergelut. Yang disebut kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah.“ (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu beratnya menahan amarah, maka Allah pun memberikan hadiah khusus bagi orang-orang yang mampu menahan amarahnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang dapat menahan amarahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya.”
Bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, kebiasaan menahan amarah benar-benar dididik dan dilatih, agar tidak rusak pahala puasanya. Dengan demikian maka keluar dari bulan Ramadhan, kemampuan menahan amarah telah menjadi karakter orang muttaqin.
Karakter alumni Ramadhan yang ketiga adalah mampu memaafkan kesahalan orang lain. Kemampuan memaafkan kesalahan orang lain padahal kita mampu untuk membalasnya, adalah karakter istimewa seorang muttaqin.
Karakter istimewa seperti di atas, mungkin relatif sulit dijumpai di tengah-tengah masyarakat saat ini. Kondisi saat ini, kebanyakan manusia biasa membalas kejahatan dengan kejahatan, bukan memaafkannya. Namun bagi yang berhasil puasa di bulan Ramadhan, hal itu mudah saja.
Allah SWT berfirman: “…, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal: 1).
Bagaimana mungkin dapat memperbaiki hubungan dengan sesama, jika kita tidak memiliki karakter sebagai seorang pemaaf. Seorang pemaaf akan mampu memberikan maaf sebelum orang yang bersalah memohon maaf kepadanya.
Seorang pemaaf juga ikhlas memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain, sekalipun orang tersebut pernah menyakitinya. Seorang pemaaf juga senang menyambungkan silaturrhami kepada orang yang memutuskan silaturrahmi.
Orang muttaqin yang senang menyambungkan silaturrahmi akan terhindar dari azab Allah yang disegerakan di dunia. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada dosa yang pantas disegerakan balasannya bagi para pelakunya di dunia –bersama dosa yang tersimpan untuknya di akhirat- daripada perbuatan dzalim dan memutus silaturrahmi.” (HR. Abu Dawud).
Seorang yang pemaaf, dijamin oleh Rasulullah SAW akan semakin bertambah kemuliaan hidupnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:
“Ada tiga golongan aku berani bersumpah untuknya, tidaklah berkurang harta karena shodaqoh, dan tidaklah menambah bagi seorang pemaaf melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (rendah hati) melainkan akan diangkat derajatnya oleh Allah.”
Karakter alumni Ramadhan yang keempat adalah senang berbuat baik. Sekecil apapun peluang kebaikan yang dapat dilakukannya, maka bagi orang muttaqin tidak akan menyia-nyiakannya. Meskipun hanya ada peluang kebaikan berupa membuang duri di jalan, dia akan melakukannya.
Sejatinya kita tidak pernah tahu dari kebaikan mana yang menyebabkan Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya kelak. Allah hanya memerintahkan kepada kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan (fastabiqul khairat).
“Dan setiap umat memiliki kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dan dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 148).
Betapa mulianya karakter alumni Ramadhan yang sukses menjadi seorang muttaqin. Sambil menunggu kedatangan Ramadhan tahun berikutnya, waktu-waktunya diisi dengan senantiasa berinfak, menahan amarah, menjadi pemaaf, dan melakukan berbagai amal kebaikan lainnya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Editor : Syahrir Rasyid