Penulis : Riza Afrizal Hasby -- Wasekjen PBH PERADI Pusat
SELUK beluk perceraian suami istri selalu memunculkan berbagai pertanyaan. Mulai dari pembagian harta gono-gini, hak asuh anak, hingga rujuk kembali.
Salah satu pertanyaan yang sering mengemuka di tengah masyarakat, adalah "Bolehkah mantan suami melakukan rujuk kepada mantan isteri ketika masih dalam masa iddah"?
Jawabannya tentu saja boleh sepanjang mematuhi syarat dan kaidah hukum yang berlaku.
Di Indonesia ada beberapa Undang-Undang (UU) dan peraturan yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian untuk Warga Negara Indonesia (WNI)
Bagi WNI yang beragama Islam selain tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta perubahannya dan peraturan pelaksanaannya, juga diatur dan tunduk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Sementara WNI beragama selain Islam diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Perubahan nomor 16 tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksananya Nomor 9 Tahun 1975.
Mereka yang beragama Islam dalam hal perceraian atau lepasnya ikatan perkawinan atau bubarnya rumah tangga ada pengaturan secara khsusus bagi mereka yang melakukan cerai talak.
Untuk pihak laki-laki (suami) jika ingin bercerai dengan isterinya dapat mengajukan permohonan talak ke Pengadilan Agama berdasarkan alamat tempat tinggal isteri.
Bila pihak isteri akan bercerai dengan suaminya, dapat mengajukan gugatan cerai kepada Pengadilan Agama di mana tempat tinggal senyatanya dan atau di tempat tinggal isteri (sebagai penggugat).
Setelah pihak Pengadilan Agama memeriksa perkara tersebut, dan cukup alasan untuk talak dan atau bercerai, maka pegadila akan memutus perkara cerai talak dan atau cerai gugat tersebut.
Bagi seorang laki-laki yang telah mengajukan talak melalui Pengadilan Agama dan setelah perkara tersebut di putus namun masih dalam tenggang waktu iddah (masa tunggu), si suami masih mempunyai kesempatan untuk rujuk (kembali bersatu).
Rujuk yang di perbolehkan sebagaimana peraturan yang termuat dalam KHI bagi laki-laki atau pihak suami yang telah menjatuhkan talak pada isterinya adalah rujuk dengan talak raj’i sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 KHI.
"Talak raj’I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah” dan rujuk yang diatur dalam Pasal 163 KHI.
Penjelasannya, “Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah” , sedangkan talak yang lainnya tidak dapat rujuk kembali dengan isterinya.
Persyaratan rujuk harus dilakukan menurut peraturan dan mekanisme yang telah di tentukan dan rujuk wajib dilakukan hadapan Pegawai Pencatat Nikah, agar peristiwa hukum rujuk tersebut sah dan berkekuatan hukum. (*)
Riza Afrizal Hasby. (Foto : Dok Pribadi)
Editor : Syahrir Rasyid