HIKMAH JUMAT : Makna Pahlawan dalam Islam

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan jika terdapat riya’ di dalamnya bukanlah gelar syuhada yang Allah berikan, tetapi justru neraka yang didapatkannya. (Foto/Ilustrasi : Ist)    

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

BARU kemarin kita memperingati hari Pahlawan yang ke-77, tepatnya tanggal 10 November 2022. Peringatan ini berkaitan dengan peristiwa bersejarah yakni pertempuran arek-arek Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo melawan tentara sekutu.

Pertempuran ini adalah pertempuran pertama rakyat Indonesia melawan tentara asing pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pertempuran yang sangat heroik dan semangat membara yang dibakar dengan pekik “Allahu Akbar!!!” dari para pejuang.

Banyak korban berjatuhan menjadi syuhada atau pahlawan dari para pejuang pada peristiwa tersebut. Untuk mengenang jasa para pejuang yang bertempur pada tanggal 10 November 1945 itulah, kemudian diperingati sebagai hari Pahlawan dan kota Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan.

Lantas, bagaimana makna pahlawan dalam Islam?

Ketika kita bicara mengenai pahlawan, maka terbayang dalam benak kita bahwa pahlawan adalah orang yang berjuang dan berkorban dengan penuh keikhlasan. Dia tidak hanya berkorban berupa harta benda, namun juga ilmu, tenaga, raga, bahkan jiwanya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dikisahkan ada seseorang yang datang menjumpai Baginda Rasulullah SAW. Orang tersebut bertanya: “Ya Rasul, tahukah engkau orang yang berperang untuk mencari pahala dan popularitas? Apa yang didapatkan oleh orang seperti itu?”

Rasul menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.”

Orang tersebut mengajukan pertanyaan yang sama hingga tiga kali dan Rasul pun memberikan jawaban yang sama. Rasul kemudian menegaskan: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal (perjuangan), kecuali yang ikhlas dan semata-mata mengharap ridha-Nya.”

Dalam Islam, peluang untuk menjadi pahlawan sangatlah besar. Islam tidak memandang bahwa yang namanya pahlawan harus gugur di medan perang. Islam memberikan ruang perjuangan yang sangat luas.

Ruang perjuangan dalam Islam selain medan perang untuk meraih atau mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan membela dan mempertahankan aqidah islamiyah, perjuangan dalam mencerdaskan anak bangsa, perjuangan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada umat manusia, dan masih banyak lagi dimensi atau ruang perjuangan lainnya dalam Islam.

Merujuk kepada hadits di atas, maka dari keseluruhan ruang perjuangan yang ada di dalam Islam, minimal harus memenuhi tiga syarat agar layak disebut pahlawan.

Syarat yang pertama adalah niat. Niat merupakan komitmen kita dalam menyucikan segala bentuk aktivitas hanya untuk Allah SWT. Setiap panggilan iman yang diimplementasikan melalui amal shalih, maka niatnya harus lurus semata-mata hanya untuk Allah SWT, bukan untuk yang lainnya, atau Allah SWT dan yang lainnya.

Kedudukan niat sangatlah penting sebelum suatu amal (perjuangan) dikerjakan. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Setelah niat, maka syarat yang kedua adalah tujuan dari melaksanakan amal (perjuangan) itu. Tujuannya bukan untuk mencari popularitas atau kepentingan duniawi lainnya. Tujuan dari setiap perjuangan adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi kalimat Allah.

Tujuan seperti di atas adalah pembuktian cinta kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan cinta atau mahabbah itulah setiap perjuangan akan dilakukan dengan sebaik-baiknya dan memberikan manfaat kepada umat manusia.

Syarat yang ketiga adalah memiliki visi bahwa perjuangan yang dilakukannya adalah dalam rangka meraih dan membela kemuliaan diri dan agama Allah. Seorang pejuang sejati tidak akan mengharapkan imbalan dari setiap perjuangan yang dilakukannya. Pahlawan sejati rela berjuang dan berkorban hanya untuk Allah SWT.

Allah SWT berfirman: Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (QS. Al-An’am [6]: 162).

Selanjutnya, mari kita renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya (mengakuinya).

Allah bertanya kepadanya: “Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?” Ia menjawab: “Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.”

Allah berkata: “Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (Malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.”


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

Rasulullah melanjutkan sabdanya: “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an (para ulama dan ahli Al-Qur’an). Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.

Kemudian Allah menanyakannya: “Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?” Ia menjawab: “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca Al-Qur’an hanya karena Engkau.”

Allah berkata: “Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al-Qur’an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca Al-Qur’an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (Malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”

Rasulullah SAW selanjutnya menceritakan orang yang ketiga: “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.

Allah bertanya: “Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?” Ia menjawab: “Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.” 

Allah berkata: “Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).” Kemudian diperintahkan (Malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.”

Berdasarkan hadits di atas, jelaslah sudah bahwa perjuangan dan pengorbanan yang kita lakukan jika terdapat riya’ di dalamnya (ingin mendapatkan sanjungan, mencari popularitas, ingin mendapatkan jabatan, sekedar membuat konten, dan tujuan duniawi lainnya), maka bukanlah gelar syuhada yang Allah berikan, tetapi justru neraka yang didapatkannya. Na’udzubillah.     

Terakhir, mari kita luruskan kembali niat dan tujuan kita dalam setiap amal shalih yakni hanya karena dan untuk Allah semata. Perbaiki pula tata cara kita dalam melakukannya agar sesuai dengan contoh dan ajaran Allah dan Baginda Rasullah SAW. Jadilah pahlawan dengan profesi kita sehari-hari, dan tebarkanlah manfaat untuk umat manusia, tanpa embel-embel apa pun.

Wallahu a’lam bish-shawab.


Dalam Islam, peluang untuk menjadi pahlawan sangatlah besar. (Foto/Ilustrasi : Ist)


Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network