Para pengamat juga mempertanyakan keputusan dewan prefektur terkait hukuman sadis yang dijatuhkan kepada pria tersebut. Mereka menilai hukuman itu seperti 'eksekusi mati', tak seimbang dengan pelanggaran yang dilakukan.
Profesor dari Universitas Perempuan Jepang, Takashi Sakata, mengatakan hukuman tersebut sangat berat karena kerugian yang ditimbulkannya kecil.
Pencabutan izin mengajar dan pembatalan uang pensiun memiliki dampak jauh lebih besar dibandingkan kerugian. Dia meminta dewan prefektur menangani masalah ini dengan hati-hati.
Seorang pejabat dewan mengatakan, hukuman itu dijatuhkan dengan pertimbangan sang kepala sekolah sudah melakukan pelanggaran beberapa kali, bukan soal nominal atau kerugian yang diderita toko.
Pemecatan dianggap sebagai hukuman yang pantas untuk pelanggaran yang dilakukan berulang kali, dengan melihat kasus-kasus sebelumnya serta tindakan indisipliner.
Pemecatan merupakan sanksi paling berat terhadap pegawai negeri sipil di Jepang. Di bawahnya adalah skorsing, pemotongan gaji, dan teguran.
(*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait