JAKARTA, iNewsSerpong.id – Berbagai merek mobil listrik dari China warnai industri otomotif Indonesia. Sebagian besar dari mereka menawarkan mobil listrik dengan harga yang sangat terjangkau.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia(Gaikindo), Yohannes Nangoi, mengatakan kehadiran produk China ini merupakan respons terhadap karakteristik Indonesia. Sebagai negara berkembang yang fokus pada kendaraan listrik, Indonesia dianggap sebagai pasar yang menjanjikan.
“Indonesia merupakan salah satu pusat ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dengan mayoritas dari 275 juta penduduknya adalah kaum muda. Hal ini membuat Indonesia menjadi pasar mobil yang sangat potensial dan dinamis, menarik bagi para produsen kendaraan bermotor global,” kata Nangoi di Jakarta Pusat.
Persaingan antar Produsen
Meski demikian, Nangoi menegaskan bahwa kehadiran merek-merek China tersebut bukanlah sesuatu yang negatif. Sebaliknya, hal ini dianggap positif bagi industri otomotif Indonesia. Persaingan antar produsen akan mendorong terciptanya produk berkualitas dengan harga yang terjangkau.
Bahkan, produsen asal China mulai serius meramaikan persaingan di industri otomotif Indonesia dengan melakukan investasi dan berencana membangun pabrik di Tanah Air.
“Saat ini, produsen mobil global, terutama dari Tiongkok, semakin fokus pada pasar Indonesia. Mereka bersemangat untuk berinvestasi dan membangun infrastruktur pabrik di Tanah Air. Hal ini tentu menjadi dorongan positif bagi perkembangan industri otomotif Indonesia,” ungkap Nangoi.
Kehadiran merek-merek China ini juga diharapkan dapat membantu Indonesia keluar dari stagnasi penjualan 1 juta unit mobil setiap tahunnya. Terlebih, penjualan mobil mengalami penurunan pada kuartal pertama tahun 2024.
Nangoi menyebut penurunan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk Pemilu 2024 yang membuat masyarakat menahan diri. Selain itu, kenaikan suku bunga juga menjadi penyebab utama.
“Penjualan industri otomotif turun 22 persen pada kuartal pertama, karena beberapa faktor seperti kenaikan harga bahan baku, pengaruh agenda politik yang signifikan, dan penerapan peraturan baru yang lebih ketat yang mengganggu penjualan,” jelasnya. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait