JAKARTA, iNewsSerpong.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan subsidi adalah bentuk keberpihakan fiskal pemerintah, yang menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat.
Purbaya memaparkan harga keekonomian berbagai komoditas energi dan non-energi yang dikonsumsi masyarakat, menunjukkan peran penting Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menanggung selisih harga agar tetap terjangkau.
Meskipun harga jual BBM dan tarif listrik telah disesuaikan sejak tahun 2022, harga tersebut masih jauh dari harga keekonomian.
Rincian Harga Keekonomian:
Solar bersubsidi: Harga keekonomian Rp11.950/liter, dengan subsidi Rp5.150/liter, masyarakat membayar Rp6.800/liter.
- Pertalite: Harga asli Rp11.700/liter, subsidi Rp1.700/liter membuat harga jual Rp10.000/liter.
- Minyak tanah: Harga asli Rp11.150/liter, subsidi Rp8.650/liter (78%), masyarakat membayar Rp2.500/liter.
- Elpiji 3 kg: Harga asli Rp42.750/tabung, subsidi Rp30.000/tabung (70%), sehingga harga beli Rp12.750/tabung.
- Listrik untuk rumah tangga 900 VA: Tarif asli Rp1.800/kWh, subsidi Rp1.200/kWh, harga akhir Rp600/kWh.
- Pupuk Urea: Harga asli Rp5.558/kg, subsidi Rp3.308/kg (59%), harga beli petani Rp2.250/kg.
- Pupuk NPK: Harga asli Rp10.791/kg, subsidi Rp8.491/kg (78%), harga jual Rp2.300/kg.
Meskipun alokasi subsidi menunjukkan komitmen fiskal, data SUSENAS menunjukkan bahwa masyarakat dengan kemampuan finansial baik (desil 8-10) masih menerima porsi signifikan dari subsidi energi.
Purbaya menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan ketepatan sasaran subsidi melalui data terpadu subsidi energi nasional.
“Kami akan terus mengevaluasi kebijakan subsidi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” tuturnya. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait
