JAKARTA, iNewsSerpong.id - Ada beberapa sniper wanita terhebat di dunia yang paling ditakuti musuh di medan perang. Keterlibatan prajurit perempuan dalam kemiliteran memang bukan hal baru.
Pada masa Perang Dunia 2 antara tahun 1939 - 1945, banyak tentara perempuan di medan perang yang namanya melegenda hingga saat ini. Uni Soviet (Saat ini Rusia dan pecahannya) menjadi salah satu negara yang terlibat di PD 2.
Negara dari pihak sekutu itu terkenal memiliki pasukan wanita yang tangguh di medan perang. Tak terkecuali para sniper wanita yang mematikan yang berhasil menumpas ratusan musuhnya seorang diri.
Dilansir iNews.id dari The National WWII Museum dan RBTH Senin (6/6/2022), inilah 5 sniper wanita terhebat di dunia yang paling ditakuti musuh.
1. Nina Lobkovskaya
Nina Alexeyevna Lobkovskaya lahir pada 8 Maret 1925 di Fedorovka, Kazakh SSR. Ia menjabat sebagai penembak jitu di Tentara Merah selama Perang Dunia Kedua.
Meskipun tak banyak yang tentang kehidupan awalnya, diyakini bahwa Lobkovskaya terdaftar di Tentara Merah setelah ayahnya terbunuh di Front Timur pada tahun 1942.
Seperti semua penembak jitu wanita di Uni Soviet, Lobkovskaya merupakan jebolan Sekolah Pelatihan Penembak Jitu Wanita Pusat di Rusia Timur. Karena keberanian dan kemampuan alaminya untuk memimpin, Lobkovskaya akhirnya dipromosikan ke pangkat Letnan di Tentara Merah. Ia ditempatkan di kompi penembak jitu wanita di Pasukan Kejut ke- 3 .
Selama kariernya, Lobkovskaya berpartisipasi dalam banyak pertempuran dan operasi. Ia tercatat telah melakukan 89 pembunuhan yang dikonfirmasi pada akhir perang.
Dalam aksi terakhirnya selama Pertempuran Berlin, Lobkovskaya dan unitnya bahkan berhasil menangkap kontingen besar tentara Jerman setelah mengepung dan mengejutkan mereka. Atas tindakannya selama perang, Lobkovskaya dianugerahi "Order of the Red Banner" dan "Medal for Courage".
2. Aliya Moldagulova
Aliya Moldagulova lahir pada 25 Oktober 1925 di Bulak, Kazakhstan. Setelah menjadi yatim piatu pada usia dini, Moldagulova menghabiskan sebagian besar kehidupan mudanya bersama sang paman yang tinggal di Alma-Ata. Namun, dia kemudian dipaksa ke panti asuhan karena pamannya tidak dapat merawatnya dengan baik.
Setelah perang pecah pada tahun 1941, Moldagulova belajar di Sekolah Penerbangan Rybinsk. Didorong oleh jiwa patriotisme yang tinggi, Moldagulova memutuskan untuk mendaftar di Tentara Merah, dan kemudian terdaftar di Sekolah Pusat Pelatihan Penembak Jitu Wanita pada usia 16 tahun.
Pada akhir karirnya, Moldagulova tercatat telah menewaskan 91 musuh dengan senapannya. Sayangnya, kehidupan heroiknya terputus pada 14 Januari 1944 selama pertempuran mengerikan yang melibatkan pertarungan tangan kosong.
Ia terkena mortir dan mengalami banyak luka tembak. Moldagulova tewas setelah melawan banyak tentara musuh. Dia secara anumerta dianugerahi gelar "Hero of the Soviet Union" serta "Order of Lenin" untuk kepahlawanan dan keberaniannya.
Untuk menghormatinya patungnya dibuat di Astana Square di Almaty pada tahun 1997 dan masih dapat dilihat hingga sekarang.
3. Nina Petrova
Nina Petrova lahir pada 27 Juli 1893 di Lomonosov, Rusia dan menjabat sebagai penembak jitu Tentara Merah selama Perang Musim Dingin dan Perang Dunia Kedua. Awalnya, ia adalah seorang atlet dan guru olahraga di Leningrad, Petrova sebelum kemudian bergabung dengan Divisi 4 Milisi Rakyat Leningrad.
Ia menyelesaikan sekolah penembak jitu dan menjadi "instruktur penembak jitu bersertifikat" pada pertengahan 1930-an. Setelah berpartisipasi dalam Perang Soviet-Finlandia, ia kemudian bertempur di unit 284 Resimen Infanteri di mana dia naik ke pangkat sersan mayor.
Kualitas Petrova sebagai sniper sangat mencolok ketika dirinya berhasil mengalahkan hampir 23 tentara musuh dalam satu pertempuran saja. Petrova kemudian dipindahkan ke Front Baltik ke-3 di mana dia bertempur di Estonia, dan kemudian ke Front Belarusia ke-2 di mana unitnya berjuang untuk menguasai Elbing.
Selama pertempuran, Petrova dinominasikan sebagai “Order of Glory – 1st Class.” Namun, sebelum dia bisa menerima penghargaan, dia terbunuh pada pertempuran 1 Mei 1945 karena serangan mortir. Secara total, Petrova telah tercatat berhasil membunuh 122 musuh selama karirnya yang panjang di militer.
4. Natalya Kovshova
Sniper wanita terhebat di dunia yang paling ditakuti musuh berikutnya adalah Natalya Kovshova. Ia lahir pada 26 November 1920 di Ufa, Rusia. Ia adalah penembak jitu untuk Tentara Merah selama Perang Dunia Kedua.
Meskipun awalnya ia bekerja di sebuah lembaga penelitian yang berbasis di Moskow, invasi Nazi pada tahun 1941 mendorong Kovshova untuk menunda rencana karirnya dan memilih bergabung dalam perang melawan agresi Jerman.
Pada usia 21 (1941), Kovshova bergabung dengan unit pertahanan di Moskow, di mana ia mengelola pos pengamatan dan barisan komunikasi. Namun, saat perang berlangsung, Kovshova memutuskan untuk mengikuti pelatihan militer tingkat lanjut dan meminta dipindahkan ke sekolah pusat pelatihan penembak jitu wanita.
Setelah selesai, dia segera dikirim ke barisan depan dengan Resimen Senapan ke-528 bersama pengintainya, Mariya Polivanova.
Kovshova berpartisipasi dalam berbagai pertempuran, termasuk Pertempuran Moskow. Dia juga berperan dalam membantu melatih penembak jitu dan tentara lainnya dalam seni menembak.
Sayangnya, karirnya terhenti pada 14 Agustus 1942, ketika resimen Kovshova menyerang pasukan Jerman di dekat Sutoki-Byakov di Oblast Novgorod.
Setelah didorong mundur dan dikepung oleh tentara Jerman, baik Kovshova dan pengintainya, Poli Ivanova, bertempur dengan gagah berani sampai akhir. Karena penangkapan tampaknya tak terelakkan, mereka memutuskan untuk meledakkan beberapa granat dan membunuh diri mereka sendiri serta beberapa orang Jerman.
Kovshova sendiri tercatat telah menumbangkan 167 musuh dengan senapannya. Diperkirakan bahwa Kovshova dan timnya berhasil membunuh lebih dari 300 orang Jerman selama karir militer mereka yang singkat.
Untuk pengorbanan dan keberaniannya, Kovshova kemudian dianugerahi gelar, "Pahlawan Uni Soviet." Namanya juga diabadikan menjadi nama pabrik senjata untuk menghormatinya selama tahun 1960-an.
Editor : Syahrir Rasyid