Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
SUATU hari saya berkunjung ke salah satu perusahaan nasional di bilangan Bumi Serpong Damai. Resepsionis mempersilahkan saya untuk masuk ke ruang tunggu sambil menanti kedatangan orang yang akan saya jumpai.
Begitu saya duduk, saya lihat seluruh dinding ruangan yang tertempel banyak foto dan gambar. Pandangan saya pun terfokus kepada salah satu gambar yang terdapat tulisan perbedaan calon pemenang dan calon pecundang.
Pada gambar itu, terdapat tulisan calon pemenang mengatakan: “Sulit tapi Bisa”, sedangkan calon pecundang mengatakan: “Bisa tapi Sulit”. Saya pun mencoba merenungi dan membedakan makna dari kedua frasa tersebut.
Setelah merenung beberapa saat, akhirnya saya pun menemukan titik terang perbedaan makna dari kedua frasa tersebut. Calon pemenang selalu menebarkan optimisme, sedangkan calon pecundang selalu menebarkan pesimisme dalam setiap sikap dan langkahnya.
Lantas apa hubungannya dengan istiqamah?
Istiqamah adalah sikap atau upaya seseorang untuk tetap teguh mengikuti segala bentuk syariat yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Istiqamah berfungsi sebagai penjaga setiap muslim dari godaan untuk berbuat maksiat setelah dia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bagi sebagian bahkan kebanyakan orang Islam, mungkin istiqamah adalah hal yang sulit. Hanya sedikit saja orang yang mampu istiqamah menjalankan syariat agama Islam. Oleh karenanya, bagi sebagian atau kebanyakan orang Islam, istiqamah itu mudah diucapkan, sulit dipraktikkan.
Salahkah jika kita merasa sulit dalam beristiqamah?
Sebagai manusia biasa yang dilengkapi sifat taat dan memiliki hawa nafsu, maka wajar saja jika seorang muslim terkadang merasa sulit untuk istiqamah. Hawa nafsu yang tak terkendali itulah yang menyebabkan manusia sulit beristiqamah.
Berbeda dengan malaikat atau setan misalnya. Malaikat selalu istiqamah dalam kebenaran dan kebaikan sebagaimana diperintahkah oleh Allah SWT kepadanya. Malaikat bisa dengan mudah beristiqamah karena memang malaikat tidak memiliki hawa nafsu.
Sebaliknya setan tidak mungkin dapat istiqamah. Jangankan istiqamah, beriman saja tidak. Itulah sebabnya setan disebut terkutuk. Setan senantiasa mengajak manusia untuk tidak istiqamah dalam syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Namun demikian, perasaan sulit untuk beristiqamah bukanlah suatu alasan bagi seorang muslim sejati untuk kemudian tidak berusaha untuk istiqamah. Sebagaimana cerita di awal tulisan ini, hanya calon pemenanglah yang akan mengatakan istiqamah itu sulit tapi bisa.
Jangan sampai karena sulit untuk beristiqamah, kemudian kita tetap mengatakan istiqamah itu sulit dan tidak mau berbuat untuk bisa beristiqamah. Janganlah kita bersikap seperti calon pecundang yang mengatakan istiqamah itu bisa tapi sulit.
Tak ada satu pun di antara muslim sejati yang ingin menjadi pecundang dalam mengarungi kehidupan ini. Semuanya ingin menjadi pemenang bukan? Pemenang yang sejati adalah mereka yang meninggal dengan husnul khatimah dan di akhirat dimasukkan ke dalam surga.
Sebaliknya para pecundang adalah mereka yang bisa saja tampaknya di dunia ini menjadi pemenang, tapi justru yang terjadi sebaliknya. Mereka meninggal dalam kondisi su’ul khatimah dan di akhirat dimasukkan ke dalam neraka. Na’udzubillah.
Untuk dapat meninggal dengan kondisi husnul khatimah, seorang muslim dituntut untuk beristiqamah dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Untuk itu, Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Katakanlah: ‘Aku telah beriman kepada Allah’, kemudian istiqamahlah.” (HR. Bukhari).
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah di atas hal itu, akan turun kepada mereka Malaikat di saat kematian mereka dan para Malaikat itu mengatakan kepada mereka: ‘Jangan kalian takut, jangan kalian bersedih hati, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan untuk kalian.” (QS. Fussilat [41]: 30).
Sekali lagi, istiqamah memang sulit, tetapi kita harus yakin bahwa kita bisa beristiqamah. Untuk itu Baginda Rasulullah SAW memberikan kiat agar kita bisa istiqamah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik berikut ini:
“Iman seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga lisannya istiqamah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga.”
Hadits riwayat Imam Ahmad di atas sejalan dengan ayat ke-30 pada surat Fussilat, bahwa istiqamahnya lisan adalah seseorang mengucapkan kedua kalimat syahadat dan setelah itu dia tetap teguh dalam keyakinan akan kebenaran Islam hingga ajal menjemputnya.
Dalam hadits lain, diceritakan dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafi, ia berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun setelah Anda!” Rasulullah SAW menjawab: “Katakanlah: ‘Aku beriman’, lalu beristiqamahlah.” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Selain istiqamah lisan, istiqamah juga diperlukan dalam hal sikap, perbuatan, hingga hati. Istiqamah sikap adalah teguh dalam sikap yang sesuai dengan syariat atau ketentuan dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Istiqamah perbuatan adalah teguh dalam melaksanakan seluruh syariat Islam sesuai dengan kemampuan, tanpa ada rasa ragu, cemas atau takut terhadap sesuatu atau siapa pun. Istiqamah hati artinya setiap kali beramal senantiasa dengan niat yang tulus dan ikhlas hanya untuk Allah SWT.
Agar istiqamah yang sulit terasa lebih ringan, maka dapat dilakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Memperbanyak do’a kepada Allah SWT, memohon diberikan petunjuk, bimbingan, dan keistiqamahan.
2. Jadikan setiap ibadah sebagai sebuah kebutuhan, bukan rutinitas ritual semata atau bahkan karena keterpaksaan.
3. Senantiasa berkumpul dengan orang-orang shalih yang akan saling memberikan motivasi dan saling menguatkan di setiap keadaan.
4. Teruslah belajar dalam berbagai kesempatan.
5. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah dan yakinlah bahwa Allah akan membimbing setiap niat baik yang kita lakukan.
Sebagai penguat ketahuilah bahwa amal yang sedikit tapi dilakukan secara terus menerus itu lebih baik daripada amal yang banyak hanya dilakukan sekali saja. Amal sedikit yang dilakukan terus menerus adalah bukti keistiqamahan seseorang dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Amal yang sedikit namun dilakukan secara istiqamah akan terus bertambah. Berbeda halnya dengan amal yang banyak namun memberatkan. Amal yang banyak namun memberatkan akan terhenti dan terputus di tengah jalan.
Jadi, istiqamah itu memang sulit, namun yakinlah kita bisa melakukannya. Istiqamah akan mengantarkan kita menjadi pemenang dalam kehidupan sementara di dunia ini dan kehidupan yang abadi di akhirat kelak.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Editor : Syahrir Rasyid