get app
inews
Aa Read Next : Walau Hanya Pemulung di Tangerang, Ahmad Fauzi Ingin Anak Raih Pendidikan yang Layak

Kisah Pemulung yang Enggan Beralih Pekerjaan

Rabu, 16 November 2022 | 14:39 WIB
header img
Icem bersama gerobaknya. (foto: MPI/Achmad Al Fiqri)

JAKARTA, iNews.Serpong.id - Puncak malam menjelang. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, tetapi Ulik masih sibuk menata barang rongsokan yang dia pungut sepanjang jalan. Satu per satu barang rongsokan seperti kardus hingga botol plastik dia masukan ke dalam gerobak yang berukuran tak lebih dari dua meteran persegi. Di samping gerobak, seorang anak tidur lelap beralaskan selembar tikar kertas. 

Tampak raut lelah terpancar dari wajah pria 57 tahun berasal dari Banten itu. Namun, agaknya ia tak punya banyak pilihan untuk menyambung hidup di Jakarta. Sudah 20 tahun Ulik menekuni pekerjaannya, menjadi pemulung. “Ya, namanya bodoh (nggak bisa bekerja lain)," kata Ulik saat berbincang di pinggir Jalan Mampang Prapatan, Senin (14/11/2022) malam. 

Bagaimana Ulik bisa melakoni pekerjaan memulung di Jakarta? Bermula ketika dia diajak rekannya di kampung halaman. Tawaran itu tak bisa ditolak lantaran ia tak punya pilihan mencari nafkah di Banten. "Bingung, kalau ke sini kan cuma kakinya saja harus kuat. Kalau di kampung nangis, kerjaan nggak ada. Kerjaannya ngerambat setengah hari dibayar Rp10.000. Mana cukup!" ucap Ulik. 

Setelah menjalani aktivitas memulung, dia merasa nyaman lantaran pekerjaan itu tak menuntut macam-macam. "Ya rupanya kerjanya enak, ringan, ya lumayanlah untuk makan anak-anak cukup," ucapnya. 

Dalam sehari, Ulik bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp70.000. Uang itu dia gunakan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Kendati relatif kecil, dia tetap bersyukur dengan pendapatannya. "Cukup nggak cukup, ya gimana lagi," katanya. 

Ulik kerap membawa buah hatinya memulung. Tujuannya agar ada orang yang iba kepadanya. "Yang penting bawa anak-anak biar dikasih Rp2.000 atau Rp5.000," ucapnya. 

Dia tak punya angan-angan ingin beralih profesi, meski di hati kecilnya ada keinginan pulang kampung dan melihat anak-anaknya yang lain di sana. "Nggak ada harapan. Namanya sudah tua. Pengennya jalan-jalan ke Banten, ingin pulang. Anak saya ada kan di sana," katanya. 

Kondisi serupa dialami Icem. Perempuan 43 tahun asal Karawang, Jawa Barat, ini mengaku tak punya pilihan mencari nafkah selain menjadi manusia gerobak. Sudah lebih 20 tahun menjadi pemulung, ia tak berpikir mencari pekerjaan lain. Icem diajak temannya merantau ke Jakarta saat masih berusia 17 tahun.

“Pernah saya kerja cuci pakaian dari pagi-sore dikasih Rp20.000. Saya kaki nggak kuat turun-naik tangga. Lama-lama saya nggak mau ah kalau dibayar berapa, mending saya nyari barang," kata Icem saat berbincang di pinggir Jalan Cinere Raya, Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022). 

Icem rutin memunguti barang rongsokan di sepanjang jJalan Cinere Raya, Depok, Jawa Barat. Dalam seminggu, dia bisa mengumpulkan uang ratusan ribu rupiah. "Seminggu bisa dapat Rp200.000, kalau ada barangnya kardus, besi, beling," ucapnya.

Icem., juga Ulik, merasa pendapatan dari memulung barang-barang bekas cukup untuk menyambung hidup, menjalani hari-harinya di jalan-jalan ibu kota bersama gerobaknya.  (*)

Editor : Burhan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut