DEN HAAG, iNewsSerpong.id - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Senin (19/12/2022), menyampaikan pidato permintaan maaf atas nama negara. Permintaan maaf disampaikan atas peran Belanda dalam praktik perbudakan di masa penjajahan serta konsekuensinya yang masih dirasakan sampai saat ini.
"Hari ini saya meminta maaf. Selama beberapa abad Belanda dan perwakilannya telah mengaktifkan serta mendorong perbudakan dan mendapat untung darinya," ujar Rutte, dalam pidato yang disampaikan di Gedung Arsip Nasional, Den Haag, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (20/12/2022).
"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan, (namun) negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang dilakukan terhadap mereka yang diperbudak serta keturunannya," tuturnya, menambahkan.
Di bawah otoritas negara Belanda, lanjut dia, martabat manusia dilanggar menggunakan cara paling mengerikan.
Setelah 1863, Pemerintah Belanda secara beruntun telah gagal menyadari dan mengakui bahwa masa lalu perbudakan terus memberikan dampak negatif.
"Untuk itu saya menyampaikan permintaan maaf Pemerintah Belanda. Kita yang hidup di dunia saat ini harus mengakui kejahatan perbudakan dengan sejelas mungkin, serta mengutuknya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.
Para penyedia budak dari Belanda mengirim lebih dari 600.000 orang Afrika ke wilayah yang dikuasai kerajaan di Amerika Selatan dan Karibia selama abad ke-17 dan 18. Belanda secara resmi menghapus perbudakan pada 1863. Namun Suriname membutuhkan waktu 10 tahun kemudian untuk benar-benar mengakhiri praktik tersebut.
Selain itu sekitar 1 juta lebih budak diperdagangkan di Asia oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda, termasuk Indonesia, yang dikendalikan pemerintah untuk bekerja di perkebunan.
(*)Editor : Syahrir Rasyid