JAKARTA, iNewsSerpong.id - Hikmah poligami dalam pandangan Islam dan syaratnya perlu diketahui agar tidak keliru sebagaimana pandangan negatif kaum sekuler barat. Dalam bahasa Arab, poligami diistilahkan dengan تَعَدُّدُ الزَّوْجَاتِ (ta'addud az-zaujah) atau bertambahnya jumlah istri.
Dalam Islam, poligami merupakan satu kemaslahatan apabila seorang suami dapat berlaku adil kepada istri-istrinya. Mengutip buku "Halal dan Haram dalam Islam" karya Syaikh Muhammad Yusuf Qardhawi diterangkan bahwa Islam adalah hukum Allah terakhir yang dibawa oleh Nabi yang terakhir pula.
Ia datang membawa aturan yang komplet, universal dan abadi. Berlaku untuk semua daerah, semua masa dan semua manusia. Islam tidak membuat hukum yang hanya berlaku untuk orang kota dan melupakan orang desa. Atau untuk daerah dingin dan melupakan daerah panas. Untuk satu masa tertentu dan melupakan masa-masa lainnya serta generasi mendatang.
Syariat Islam hadir untuk memberi kemaslahatan manusia seluruhnya di antaranya mengatur urusan perkawinan dan rumah tangga. Di antara manusia ada yang ingin mendapat keturunan tetapi sayang istrinya mandul atau sakit sehingga tidak mempunyai anak.
Bukankah suatu kehormatan bagi si istri dan keutamaan bagi si suami kalau dia kawin lagi dengan seorang wanita tanpa mencerai istri pertama dengan memenuhi hak-haknya?
Ada juga laki-laki yang mempunyai nafsu seks luar biasa, tetapi istrinya hanya dingin saja atau sakit, atau masa haidhnya terlalu panjang dan sebagainya. Si laki-laki tidak dapat menahan nafsunya lebih banyak seperti halnya perempuan. Apakah dalam situasi seperti itu si laki-laki tidak boleh kawin dengan perempuan lain yang halal sebagai tempat mencari kawan tidur?
Ada kalanya jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Lebih-lebih akibat dari peperangan yang hanya diikuti laki-laki dan pemuda-pemuda. Maka di sini poligami merupakan kemaslahatan sehingga mereka dapat hidup berumah dalam ketenteraman, kecintaan, dan perlindungan.
Ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi akibat banyaknya laki-laki yang mampu kawin, yaitu:
1. Mungkin di antara para perempuan akan hidup sepanjang umur dalam kepahitan hidup.
2. Mungkin mereka akan melepaskan kendalinya dengan menggunakan obat-obat dan alat-alat kontrasepsi untuk bermain-main dengan laki-laki yang haram.
3. Atau mungkin mereka mau dikawini oleh laki-laki yang sudah beristri yang mampu memberi nafkah dan dapat bergaul dengan baik (berlaku adil).
Tidak diragukan lagi yang ketiga adalah satu-satunya jalan paling bijaksana dan obat mujarrab. Inilah hukum yang dipakai oleh Islam, sedang "Siapakah hukumnya yang lebih baik selain hukum Allah untuk orang-orang yang mau beriman?" (Al-Maidah ayat 50)
Sistem poligami banyak ditentang oleh kaum non mulsim dan dijadikan alat untuk menyerang kaum Muslimin. Padahal mereka sendiri membenarkan laki-lakinya untuk bermain dengan perempuan cabul tanpa satu ikatan, betapapun tidak dibenarkan oleh undang-undang dan moral.
Poligami liar dan tidak bermoral ini akan menimbulkan perempuan dan keluarga yang liar dan tidak bermoral juga. Kalau begitu, manakah golongan yang lebih kukuh dan lebih baik?
Syarat Bolehnya Berpoligami
Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, syarat yang ditentukan Islam untuk poligami ialah terpercayanya seorang muslim terhadap dirinya, bahwa dia sanggup berlaku adil terhadap semua istrinya baik tentang soal makannya, minumnya, pakaiannya, rumahnya, tempat tidurnya maupun nafkahnya.
Siapa yang tidak mampu melaksanakan keadilan ini, maka dia tidak boleh kawin lebih dari seorang istri. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an:
وَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِى الۡيَتٰمٰى فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ ؕ ذٰ لِكَ اَدۡنٰٓى اَلَّا تَعُوۡلُوۡا
Artinya: "Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." (QS An-Nisa ayat 3)
Rasulullah SAW juga bersabda: "Barangsiapa mempunyai istri dua, tetapi dia lebih cenderung kepada yang satu, maka nanti di hari Kiamat dia akan datang menyeret salah satu lambungnya dalamkeadaan jatuh atau miring." (Riwayat Ahlulsunan, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Yang dimaksud cenderung atau condong yang diancam oleh hadis tersebut ialah meremehkan hak-hak istri, bukan semata-mata kecenderungan hati. Sebab kecenderungan hati termasuk suatu keadilan yang tidak mungkin dapat dilaksanakan. Karena itu Allah memberikan maaf dalam hal tersebut.
Seperti tersebut dalam firman-Nya: "Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil antara istri-istrimu sekalipun kamu sangat berkeinginan, oleh karena itu janganlah kamu terlalu condong." (An-Nisa' ayat 129)
Dikisahkan, Rasulullah SAW setelah membagi atau menggilir dan melaksanakan keadilannya, kemudian beliau berdoa:
"Ya Allah! Inilah giliranku yang mampu aku lakukan. Maka janganlah Engkau siksa aku berhubung sesuatu yang Engkau mampu laksanakan tetapi aku tidak mampu melaksanakan." (Riwayat Ashabussunan) (*)
Editor : Syahrir Rasyid