JAKARTA, iNewsSerpong.id - Fenomena ratusan awardee atau penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan ( LPDP ) Luar Negeri yang melanggar aturan, pihak LPDP telah memberikan beberapa sanksi kepada awardee yang bandel pulang ke Indonesia.
Salah satunya, pihak LPDP bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi) untuk menarik visa bagi pelanggar yang masih tetap bertahan tinggal di luar negeri.
Dosen Sosiologi Universitas Airlangga ( Unair ) Dr Tuti Budirahayu Dra Msi, menyarankan selain hukuman, perlu juga dampingan kerja sama dengan Kementerian yang berkecimpung dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM).
“Saya rasa deportasi (tindakan paksa sipil mengeluarkan orang asing dari negara) juga bentuk hukuman yang berat ya, artinya pelanggar LPDP tidak dianggap sebagai Warga Negara Indonesia (WNI)," ucap Tuti seperti dilansir dari laman resmi Unair, Minggu (19/2/2023).
Terlepas dari itu, untuk menyelamatkan kelompok brain drain (hengkangnya ilmuwan dari negaranya sendiri ke negara lain). Tuti menyarankan negara harusnya mengapresiasi anak-anak muda yang mau membangun Indonesia dengan cara mereka.
“Ini tugas yang harus dipikirkan oleh kementerian yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya manusia," ungkap Ahli Sosiologi Pendidikan itu.
Dirinya berharap, apa pun keadaan negara Indonesia, kembalinya kelompok brain drain merupakan bentuk sumbangsih dan bakti mereka untuk tanah air. Meski mereka hidup nyaman, tercukupi, dan sejahtera di negara lain. Tetapi kecintaan, pengorbanan, dan bakti untuk tanah air, harus lebih di kedepankan.
Lantaran, mereka seharusnya bisa membantu membenahi kondisi di Indonesia yang carut-marut, baik dari sisi politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
“Saya yakin itu bagus dalam gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan bagi kelompok brain drain yang bekerja di LN. Namun, cukup banyak juga orang-orang pandai yang bersekolah di LN dan mau kembali ke Indonesia. Hal itu tergantung dari niat, tekad, dan pengorbanan serta rasa nasionalisme kelompok masyarakat itu (Red: brain drain)," tegasnya.
Menyikapi hal itu, Tuti kembali menegaskan pemimpin negara seharusnya memberikan kesempatan, peluang dan pendapatan yang lebih besar kepada anak-anak muda yang lebih memilih bekerja di LN, agar mereka mau kembali ke Indonesia.
Dengan cara, kesampingkan sisi politik yang merugikan bangsa Indonesia. Berdayakan para ahli dalam negeri untuk mengerjakan proyek-proyek besar. Daripada menggaji orang-orang asing untuk bekerja di Indonesia. Sedangkan ahli dari LN bisa dijadikan second layer.
“Fenomena yang berbeda menunjukkan bahwa banyak juga orang LN yang mencintai Indonesia dan ingin membangun Indonesia dengan berbagai cara," kata Tuti. (*)
Editor : Syahrir Rasyid