SERPONG, iNewsSerpong.id - Kucing, hewan yang kebanyakan dipelihara karena lucu atau menggemaskan. Lantas bagaimana hukumnya praktik jual beli kucing dalam Islam?
Perlu dipahami bahwa dalam Islam, secara umum, jual beli dianggap halal dan diperbolehkan. Namun, ada beberapa jenis jual beli yang memiliki ketentuan mengenai objek yang tidak boleh diperjualbelikan.
Kadang-kadang mengetahui hikmah di balik larangan tersebut, dan kadang-kadang tidak mengetahuinya. Sebagai seorang Muslim, hanya mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya katakan, dan taat pada perintah dan larangan-Nya.
Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal menyebutkan bahwa ada dalil yang larangan jual beli kucing.
Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hasil penjualan anjing dan kucing.” (HR. Abu Daud, no. 3479 dan An-Nasa’i, no. 4672. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Dalam Shahih Muslim dibawakan judul bab oleh Imam Nawawi,
باب تَحْرِيمِ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَالنَّهْىِ عَنْ بَيْعِ السِّنَّوْرِ.
“Bab diharamkan upah jual beli anjing, upah tukang ramal, upah pelacur, dan dilarang jual beli kucing.”
Dari Abu Az-Zubair, ia bertanya kepada Jabir tentang upah jual beli anjing dan kucing. Jabir lantas menjawab,
زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari upah jual beli tersebut.” (HR. Muslim, no. 1569)
Dikutip dari laman Rumasyo pada Jumat (22/1/2021) disebutkan keterangan para ulama tentang jual beli kucing
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun larangan jual beli kucing dimaknakan untuk kucing yang tidak memiliki manfaat, atau dimaknakan pula larangannya adalah larangan tanzih (dihukumi makruh). Karena kucing sudah biasa diberi sebagai hadiah, dipinjamkan atau dalam rangka menolong orang lain diberi secara cuma-cuma. Inilah umumnya. Namun, jika kucing tersebut bermanfaat, jual belinya jadi sah dan hasil jual belinya pun halal.
Inilah pendapat dalam madzhab Syafii dan madzhab ulama lainnya. Sedangkan Ibnul Mundzir, juga pendapat dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, dan Jabir bin Zaid menyatakan bahwa tidak boleh jual beli kucing. Alasan mereka adalah hadits di atas yang melarangnya. Sedangkan jumhur ulama (baca: mayoritas) berpendapat sebagaimana yang telah kami sebutkan dan inilah pendapat yang jadi pegangan.” (Syarh Shahih Muslim, 10: 213)
Merujuk pada Dalil Sahih
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah bahwa jual beli kucing tetap diharamkan, baik itu kucing hutan, kucing rumahan, kucing peliharaan, maupun kucing impor. Hal ini berdasarkan hadits yang disebutkan sebelumnya. Meskipun tujuan menjual kucing hanya untuk mengganti biaya pakan selama pemeliharaan atau alasan penjualan adalah adopsi dengan dalih tertentu, tetap saja tidak diperbolehkan.
Syaikh Abdullah Al-Fauzan menyatakan, "Yang tepat adalah hadits yang melarang jual beli kucing itu sahih dan tidak ada yang menentangnya. Al-Baihaqi bahkan mengatakan bahwa mengikuti teks hadits lebih utama. Jika Imam Syafii mengetahui hadits larangan ini, pasti ia akan mengikuti teks hadits, insya Allah."
Demikianlah perkataan yang disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab As-Sunan Ash-Shaghir (2:278). Adapun mayoritas ulama yang menafsirkan larangan ini di luar makna tekstual dan menyimpang dari makna sebenarnya tanpa dalil yang kuat, tentu mengamalkan yang sesuai dengan teks hadits adalah lebih utama. Dan Allah-lah yang lebih mengetahui. (Minhah Al-'Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram, 6:42).
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta