JAKARTA, iNewsSerpong.id - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menilai usulan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2024 yang naik sekitar Rp15 juta perlu dikaji ulang karena memberatkan masyarakat.
Seperti diketahui, biaya haji tahun 2023 sebesar Rp90 juta. Kementerian Agama (Kemenag) kemudian mengusulkan biaya haji 2024 dinaikkan menjadi Rp105 juta.
Sekretaris Jenderal Amphuri, Farid Aljawi, usulan Kemenag mengenai biaya haji 2024 sebesar Rp105 juta perlu dikaji ulang oleh pemerintah dan legislatif untuk melihat secara menyeluruh komponen utama yang menyebabkan biaya haji 2024 naik hingga Rp15 juta per jemaah.Dia menjelaskan, rata-rata penyelenggaraan ibadah haji 2023 per jemaah reguler sebesar Rp90 juta. Dari angka tersebut, besaran yang dibebankan kepada jemaah haji atau Bipih senilai Rp49,81 juta.
Kendati begitu, biaya haji 2024 masih berupa usulan dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Komisi VIII DPR RI, sehingga peluang menekan komponen yang memberatkan tarif haji masih bisa ditekan.“Kita ketahui bahwasanya usulan dari Kementerian Agama ke Komisi VIII baru tahap awal, tentu dikaji lagi secara detail beberapa komponen signifikan, sehingga ada kenaikan sekitar hampir Rp15 juta dari tahun lalu (2023),” ungkap Farid dalam sesi wawancara dengan IDX Channel, Senin (20/11/2023).
Amphuri, lanjut dia, melihat dua komponen utama yang mendorong kenaikan tarif BPIH. Kedua aspek yang dimaksud adalah penguatan dolar AS terhadap rupiah dan mahalnya harga bahan bakar pesawat atau avtur.Adapun nilai tukar rupiah berpeluang menguat pada Senin hari ini, setelah meninggalkan level psikologis Rp15.500 per dolar AS.
Lalu, kenaikan harga avtur yang membuat harga tiket pesawat terbang melonjak naik hingga November ini. 40 persen biaya operasional penerbangan berasal dari pembelian bahan bakar avtur.
“Nah, tentu di rapat berikutnya seperti penerbangan yang memang tergantung USD dan tergantung juga dengan bahan bakar, ya sekarang kondisinya tidak menentu, ini perlu dikaji ulang, perlu ditender ulang,” tutur Farid.
Dengan demikian, lanjutnya, masyarakat mengetahui dengan jelas komponen apa yang membuat naik. "Tapi memang benar komponennya itu naik, ya kalau bisa ditekan sedemikian mungkin ya dengan nilai manfaat,” ujar Farid.
(*)Editor : Syahrir Rasyid