“Temuan kami bahwa platform media sosial menghasilkan pendapatan iklan yang besar dari generasi muda menyoroti perlunya transparansi data yang lebih besar serta intervensi kesehatan masyarakat dan peraturan pemerintah,” kata Amanda Raffoul, instruktur pediatri di Harvard Medical School dikutip SINDOnews dari laman telegraphindia, Kamis (4/1/2024).
Untuk penelitian ini, para peneliti menggunakan data survei publik dan riset pasar dari tahun 2021 dan 2022. Data ini untuk memperkirakan jumlah pengguna muda yang terlibat dengan Facebook, Instagram, Snapchat, TikTok, X, dan YouTube serta pendapatan iklan terkait yang diperoleh oleh platform-platform ini.
Tim peneliti juga menggunakan data populasi dari Sensus AS, bersama dengan riset pasar dan data aplikasi kontrol orang tua. Langkah ini untuk memperkirakan jumlah anak muda yang terlibat dengan platform ini dan rata-rata menit yang dihabiskan per hari untuk platform tersebut.
Dari semua data ini, para peneliti membangun model simulasi untuk menghitung pendapatan iklan yang diperoleh platform ini dari generasi muda. Para peneliti mengatakan platform media sosial tidak mengungkapkan data usia pengguna atau data pendapatan iklan berdasarkan kelompok usia, jadi mereka bergantung pada estimasi dan proyeksi dari survei publik dan sumber riset pasar.
“Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap kesehatan mental remaja, semakin banyak pembuat kebijakan yang mencoba memperkenalkan undang-undang untuk membatasi praktik platform media sosial. Sebab, dapat mendorong depresi, kecemasan, dan gangguan makan pada generasi muda,” kata Bryn Austin, profesor di Departemen Sosial dan Ilmu Perilaku di Universitas Harvard.(*)
Editor : Syahrir Rasyid