Tidak Harus Berurutan
Dilansir dari laman kemenag, ada dua pendapat mengenai ketentuan puasa qadha apakah harus berurutan harinta atau tidak.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa jika hari puasa yang ditinggalkannya berurutan maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan, sehingga wajib dilakukan secara sepadan.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, lantaran tidak ada satu pun dalil yang menyatakan qadha puasa harus berurutan. Sementara Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Selain itu, pendapat ini didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas). Sabda Rasulullah SAW:
قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ
Artinya "Qadha' (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. " (HR. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar).
Dari kedua pendapat tersebut di atas, kami lebih cendong kepada pendapat terakhir, lantaran didukung oleh hadits yang sharih (jelas). Sementara pendapat pertama hanya berdasarkan logika yang bertentangan dengan nash hadits yang sharih, sebagaimana tersebut di atas. Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.
Bagaimana Jika Qadha Tertunda Sampai Ramadhan Berikutnya?
Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha puasa Ramadhan adalah lebih dari cukup yakni, sampai bulan Ramadhan berikutnya.
Namun demikian, tidak mustahil jika ada orang-orang –dengan alasan tertentu– belum juga melaksanakan qadha puasa Ramadhan, sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya. Kejadian seperti ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik yang positif maupun negatif, seperti selalu ada halangan, sering sakit, misalnya; atau bersikap apatis, bersikap gegabah, sengaja mengabaikannya, dan lain sebagainya, sehingga pelaksanaan qadha' puasanya ditangguhkan atau tertunda sampai tiba Ramadhan berikutnya.
Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qadha puasa Ramadhan sampai tiba Ramadhan berikutnya –tanpa halangan yang sah–, maka hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika penangguhan tersebut diakibatkan lantaran udzur yang selalu menghalanginya maka tidaklah berdosa.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa batas akhir qadha puasa Ramadhan yakni pada Bulan Sya'ban atau sebelum memasuki Bulan Ramadhan berikutnya.
Wallahu A'lam
(*)
Editor : Syahrir Rasyid