Syahrir Rasyid -- *) Pemimpin Redaksi - iNewsSerpong.id
BICARA soal jurnalis atau wartawan rasanya tidak sah bila tidak mengutip pernyataan Kaisar Perancis yang menguasai Benua Eropa 1803 hingga 1815, Napoleon Bonaparte. Tokoh dunia itu menyatakan, "Pena jurnalis laksana senjata, lebih ditakuti daripada seribu bayonet atau barisan meriam".
Apakah pernyataan Napoleon Bonaparte itu masih relevan dengan masa sekarang? Seandainya, pria kelahiran 15 Agustus 1769 yang juga dikenal sebagai pemimpin militer dan politik di masanya, masih hidup di zaman sekarang boleh jadi meralat penyataannya yang sudah melegenda itu.
Napoleon Bonaparte. (Foto : Ist)
Di zaman internet semunya berubah. Berkat internet telah muncul berbagai platform media atau lebih mudahnya disebut media sosial yang mampu menjangkau penjuru dunia hanya dalam hitungan detik. Lalu lahirlah yang namanya content creator (kreator konten).
Belakangan ini, kreator konten begitu akrab di telinga. Sebagai sebuah profesi, kreator konten semakin populer di mata orang terutama anak muda pada era digital ini. Banyak orang bertanya, di mana letak bedanya antara jurnalis dan kreator konten?
Pada dasarnya, pekerjaan jurnalis dan kreator konten mirip sama-sama membuat konten untuk platform media masing-masing. Namun, kalau dicermati lebih detail terdapat perbedaan yang sangat jauh terkait dengan aturan atau kode etik dan idealisme.
Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa wartawan atau jurnalis adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio dan televisi. Tentu, sebagai tambahan hasil kerja jurnalis juga terpajang di media sosial.
Untuk menjadi jurnalis profesional bukan persoalan gampang. Apalagi jurnalis dipersepsikan sebagai wakil dari suara masyarakat mengenai berbagai kejadian. Setidaknya, terdapat 10 kriteria yang harus dipenuhi sebagai berikut :
1. Keterampilan Menulis. 2. Keterampilan Berbicara 3. Mampu Melakukan Riset dan Investigasi. 4. Memiliki Pengetahuan Standar tentang Topik yang akan Diberitakan. 5. Memiliki Kemampuan Teknologi Internet. 6. Kemampuan Audio Visual. 7. Mampu Menggunakan Teknologi Komputer. 8. Memahami Etika. 9. Berpengetahuan Hukum. 10. Memperhatikan Karir
Selanjutnya, seorang jurnalis dalam melaksanakan aktivitas terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Seorang jurnalis dalam membuat berita wajib menjaga keakuratan, keberimbangan, praduga tidak bersalah, verifikasi, dan sejumlah aturan lainnya yang telah dituangkan dalam KEJ sebagai pedoman dalam bekerja.
Lalu apa itu kreator konten? Secara harfiah kreator konten adalah orang yang membuat konten untuk platform media sosial yang ada, seperti Youtube, Instagram, Facebook, Podcast dan masih banyak lainnya.
Bila merujuk dari State of Digital Publishing yang disebut kreator konten adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk setiap informasi yang ada di media, terutama media digital. Dan, konten kreator memiliki target audiens tertentu.
Sementara itu, HubSpot mendefinisikan kreator konten adalah orang-orang yang membuat materi (konten) yang memiliki nilai edukasi dan hiburan. Materi ini juga kelak disesuaikan dengan keinginan atau ketertarikan dari audiens.
Lalu, siapa saja yang bisa menjadi kreator konten? Siapa saja boleh, tidak mesti harus lahir dari seorang publik figur. Sebab pada dasarnya proses pembuatan konten atau materi tergantung kreativitas seseorang. Kreativitas adalah kunci seorang kreator konten untuk membuat audiens bersedia melihat konten yang dibuat.
Untuk menjadi kreator konten yang profesional tidak bisa secara instan, dibutuhkan ketekunan dan keahlian tertentu. Pada umumnya, seorang kreator konten bekerja untuk dirinya sendiri dan dapat bekerja darimana pun, mulai dari rumah, cafe, hingga studio. Perbedaan kreator konten satu dengan yang lainnya terletak pada jenis materi dan media sosial yang digunakan.
Seiring dengan kemajuan internet dan kebutuhan masyarakat, tidak sedikit kreator konten yang awalnya hanya perorangan kini menjelma menjadi sebuah perusahaan besar dengan pendapatan yang sangat memadai, serta mempekerjakan banyak karyawan.
Profesi yang tergolong baru ini, ternyata dilirik oleh kaum muda yang lebih akrab disebut kaum milenial hingga Gen Z. Mengapa? Karena para generasi muda itu menganggap bahwa selain menyenangkan, fleksibel juga mendatangkan uang besar.
Bertolak belakang dengan definisi bekerja tradisional yang harus muncul di kantor. Menjadi kreator konten dimanapun dan kapanpun. Bekerja dengan kebebasan yang didukung keleluasaan berfikir kreatif.
Dengan demikian terlihat dengan jelas letak perbedaan antara jurnalis dan kreator konten. Jurnalis dalam menjalankan profesinya dibekali sejumlah keterampilan dan dibatasi KEJ. Jurnalis dalam mencari informasi atau materi berita atau konten turun ke lapangan.
Menyajikan informasi yang sangat beragam. (Foto : Ist)
Beda dengan kreator konten yang bisa menyelesaikan / mengkreasi konten dari balik meja. Memang, ada juga konten kreator turun lapangan namun tidak terikat dengan aturan seperti KEJ untuk jurnalis.
Seorang kreator konten dapat menyajikan informasi yang sangat beragam, akan tetapi sering kali mengabaikan keakuratan karena mengejar kecepatan dan click bait. Pasalnya, semakin banyak mendapat klik untuk konten yang dipublikasikan dari pembaca atau penonton maka berkorelasi lurus dengan pengisian pundi-pundi dari kreator konten alias pemasukan pendapatan semakin besar.
Payung Hukum
Bagaimana dengan payung hukum? Kreator konten dengan platform media sosial memang memiliki kebebasan jauh dibanding dibandingkan jurnalis yang harus patuh pada KEJ dan Undang Undang (UU) Pers.
Kreator konten memiliki kebebasan untuk menyebarkan konten, yang terkadang tidak peduli akurat atau tidak, salah atau benar sehingga seringkali mengundang kegaduhan.
Sedang pihak jurnalis dalam bekerja atau membuat konten memiliki jenjang atau filter sebelum dipublikasikan. Seorang jurnalis tidak bisa seenaknya mempublikasikan materi atau konten yang dibuat, karena terdapat beberapa jenjang harus dilalui.
Mulai dari rapat redaksi hingga filter di tangan redaktur bahkan pimpinan redaksi turut mengawasi seandainya konten yang kan dipublikasi dinilai rada sensitif. Dan, setiap jurnalis tercatat dalam penerbitan pers atau media yang memiliki badan hukum
Secara hukum, berkaitan dengan kreator konten jalan penyelesaian bila timbul masalah konten adalah menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) atau UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kalangan anak muda berani memilih profesi atau berkarir sebagai kreator konten. (Foto : Ist)
Sedang bila ada pihak merasa dirugikan oleh seorang jurnalis (karena pemberitaannya), sebagai produk jurnalistik dapat mengadukan kepada Dewan Pers. Seandainya terbukti pemberitaan salah, sesuai dengan UU Pers, Pasal 5 media tempat jurnalis bekerja wajib melayani hak jawab dan hak koreksi.
Kreator Konten Dibutuhkan
Terlepas dari urusan "Jurnalis vs Content Creator" seperti judul materi singkat Live Webinar Jurnalistik ini, sebuah pertanyaan perlu dijawab. Mengapa kreator konten dibutuhkan? Sejumlah pakar marketing sepakat bahwa kreator konten lebih dari sekadar pencipta konten semata.
Fungsi dan peran kreator konten tak bisa dibilang kecil dalam dunia merketing. Tak heran bila ada yang mengklaim kreator konten adalah penggerak content marketing.
Jujur saja, dalam era serba digital ini dengan penggunaan internet semakin tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan masyarakat. Peran televisi apalagi media cetak semakin tersingkirkan, faktanya masyarakat lebih sering memainkan media sosial. Konsekuensinya dibutuhkan orang-orang yang bisa membuat konten untuk disalurkan ke media sosial.
Karena itu, tidak sedikit orang terutama di kalangan anak muda berani memilih profesi atau berkarir sebagai kreator konten. Ke depan, sebagaimana dipublikasi brokeandchic.om bahwa berkarir sebagai kreator konten sebuah harapan yang menjanjikan.
Faktanya, pandemi global memaksa orang tinggal di rumah. Hampir semua kegiatan sehari-hari dilakukan secara online. Pembuat konten memiliki peluang menjangkau lebih bayak audiens.
Selanjutnya, di tengah gaya hidup masyarakat yang berubah maka perusahaan lebih senang memasarkan produk dengan metode user experience atau pengalaman pengguna. Perusahaan lebih fokus menggunakan jasa kreator konten karena dapat menghadirkan konten asli kepada audiens. Dan, platform media sosial baru terus bermunculan sehingga dunia pembuatan konten selalu berubah.
Kreator Konten Pemula
Siapa saja bisa berkarir sebagai kreator konten, tidak perlu khawatir tanpa pengalaman sebelumnya. Sebagai langkah awal adalah memilih platform untuk mendistribusikan konten. Lalu merumuskan bagaimana cara memonetisasi gagasan atau ide melalui platform yang digunakan. Pasalnya, channel yang baru dirintis jangan harap langsung menerima pendapatan.
Untuk meraih pendapatan tidak ada patokan khusus. Pasalnya, setiap kreator konten membutuhkan jangka waktu yang berbeda. Di sisi lain, kreator konten pemula dituntut belajar berbagai hal baru, mulai dari algoritma yang dipakai media sosial, pemasaran melalui media sosial, hingga copywriting. Harap dicatat, untuk menjadi kreator konten tidak mesti harus punya channel, dapat menjadi pembuat konten orang lain yang dibayar.
Melakoni profesi kreator konten yang sukses, ternyata rekomendasi sejumlah sumber yang paham dunia konten hampir seragam. Misalnya, sumber HubSpot menyebut ada sembilan kebiasaan yang dilakukan kreator konten yang telah sukses.
Namun ada lima hal yang mendasar. Pertama, Rajin Membaca, membuat konten yang bagus butuh bekal. Membaca itu adalah sumber bekal. Kedua, Tulis Setiap Ide, biasakan menulis ide yang muncul karena akan menjadi sumber inspirasi.
Ketiga, Pelajari Audiens, seorang kreator konten harus mempelajari dan memahami audiens. Pasalnya, audiens inilah yang menilai konten yang dibuat. Kreator konten yang hebat adalah memahami kondisi audiens luar dalam.
Keempat, Konten Orisinil, buatlah konten dengan gaya dan ciri sendiri yang membedakan dari pencipta konten lainnya. Kelima, Merawat Rasa Ingin Tahu, seorang kreator konten selalu haus akan pengetahuan.
kreator konten harus memahami betul etika dan dampak konten yang diupload. (foto : Ist)
Berkarir sebagai kreator konten memang memiliki peluang dan potensi yang besar. Tak heran kalau semakin banyak orang tertarik menjadi kreator konten.
Sayangnya, tidak sedikit kreator konten belum memahami betul etika dan dampak konten yang didistribusikan di media sosial. Buktinya, masih marak kreator konten harus berurusan dengan aparat keamanan karena melanggar norma dan etika.
"Idealnya, seorang kreator konten harus memahami kode etik dalam membuat konten. Dan, seorang jurnalis semakin dituntut untuk lebih kreatif melahirkan konten" (*)
Editor : Syahrir Rasyid