JAKARTA, iNews Serpong - Tidak tanggung-tanggung, utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kian membengkak. Emiten penerbangan nasional itu kini pun meradang
Utang emiten penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, mencapai USD 7 miliar atau setara Rp100,5 triliun (kurs Rp14.334 per USD). Nilai itu membengkak dari angka sebelumnya yakni Rp70 triliun.
Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas terus mengambil langkah penyelamatan, salah satunya melalui skema restrukturisasi dengan para kreditur hingga lessor. Meski demikian, belum diketahui secara pasti hasil negosiasi tersebut.
Pemegang saham pun menetapkan jangka waktu restrukturisasi utang emiten dengan kode saham GIAA itu hingga kuartal II-2022. Bila, restrukturisasi tak berjalan baik, maka opsi pailit akan ditempuh.
Lantas, apa penyebab utang Garuda membengkak hingga Rp100,5 triliun?
1 Biaya Sewa Pesawat
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut utang jumbo itu lantaran biaya sewa (leasing cost) yang terlalu mahal. Tercatat, biaya sewa Garuda mencapai 26 persen atau tertinggi di dunia. Namun,
Erick enggan merinci nilai pengadaan setiap pesawat yang dilakukan manajemen emiten sebelumnya.
Mengacu pengakuan mantan Komisaris Garuda Indonesia, Peter Gontha, salah satu harga sewa pesawat jenis Boeing 777 di pasar mencapai USD750.000 atau setara Rp10,6 miliar per bulan. Namun, manajemen sebelumnya berani membayar di angka USD1,4 juta atau Rp 19,8 miliar per bulan.
Sementara, VP Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia Mitra Pirant menyebut, harga sewa pesawat Garuda Indonesia tergantung harga pasar saat pesawat diakuisisi.
Dimana, harga sewa pesawat mempertimbangkan jangka waktu sewa, tahun pembuatan, dan konfigurasi pesawat. Dengan begitu, terjadi perbedaan signifikan antara harga sewa tahun-tahun sebelumnya dengan harga sewa saat ini.
Garuda Indonesia mengangkut jamaah umrah. (Foto: SINDOnews/Dok)
2 Indikasi Korupsi
Sebab lain utang Garuda adalah adanya indikasi praktik korupsi di internal perusahaan. Sebab ini pun diakui Erick Thohir. "Upaya restrukturisasi terus berjalan.
Negosiasi utang-utang Garuda yang mencapai USD 7 miliar karena leasing cost termahal yang mencapai 26% dan juga korupsi, lagi dinegosiasikan dengan para lessor," ujar Erick, diikutip Jumat (5/11/2021).
3 Kesalahan Bisnis
Erick juga mengakui adanya kesalahan bisnis Garuda Indonesia. pemegang saham menilai manajemen tidak memaksimalkan ceruk pasar domestik yang potensial.
Padahal, penerbangan masih didominasi oleh penumpang domestik. Tercatat, 78 persen penumpang menggunakan pesawat untuk bepergian antar pulau dengan estimasi perputaran uang mencapai Rp1.400 triliun.
Erick pun memiliki sejumlah rencana besar untuk menyelamatkan bisnis Garuda Indonesia. Selain restrukturisasi utang, Garuda akan difokuskan pada rute penerbangan domestik.(*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait