HIKMAH JUMAT : Agar Nikmat Bertambah Nikmat

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Setiap nikmat yang diberikan Allah kepada manusia memiliki dua potensi. (Foto : SINDOnews)

PENULIS : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

DI DALAM Al-Qur’an, kata nikmat digambarkan melalui dua kata yaitu an-ni’mah dan an-na’im. Kata an-ni’mah terdapat sebanyak 15 kali penyebutan, sedangkan kata an-na’im terdapat sebanyak 16 kali penyebutan di dalam Al-Qur’an.

Kata an-ni’mah digunakan untuk menggambarkan kenikmatan duniawi yang bentuknya bermacam-macam. Sementara itu, kata an-na’im dipergunakan untuk menunjukkan kenikmatan akhirat dan kebanyakan digandeng dengan kata jannah.

Setiap nikmat yang diberikan Allah kepada manusia memiliki dua potensi. Potensi yang pertama adalah hanya menjadi an-ni’mah atau kenikmatan duniawi saja. Potensi yang kedua adalah tidak hanya menjadi kenikmatan duniawi, namun juga menjadi an-na’im yakni kenikmatan di negeri akhirat.

Kenikmatan duniawi adalah kenikmatan yang bersifat sementara bahkan cenderung berupa kenikmatan semu. Kenikmatan seperti ini dapat mengantarkan manusia terlihat senang secara lahiriahnya, namun sejatinya tidak.

Bisa jadi ada orang yang memiliki harta berlimpah, namun hidupnya tidak tenang. Tidak merasa puas dengan yang sudah dimilikinya, dan senantiasa merasa kurang dan kurang saja. Orientasi hidupnya pun bisa jadi hanya untuk kehidupan di dunia saja.

Baginda Rasulullah SAW menggambarkan sifat manusia seperti itu dalam sabdanya: “Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya kecuali tanah. Dan Allah Maha Penerima tobat siapa saja yang mau bertobat.” (HR. Bukhari).

Sikap seperti inilah yang akan mengantarkan manusia menjadi orang yang ambisius dalam menumpuk-numpuk harta. Jika targetnya tidak tercapai, maka dia akan menjadi sangat kecewa, bahkan bisa mengalami depresi serta gangguan psikologis lainnya.

Orang yang seperti ini akan melupakan Allah SWT dalam berbagai kondisi. Andaikan dia memperoleh apa yang diinginkannya, tetap saja dia tidak akan ingat kepada Allah SWT sang pemberi nikmat. Terlebih lagi jika dia gagal, maka hanya sumpah serapahlah yang keluar dari mulutnya.

Untuk orang yang memiliki sifat seperti ini khususnya dan umumnya untuk seluruh umatnya, Baginda Rasulullah SAW memberikan nasihat sebagai berikut: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta) dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih bisa membuatmu tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bersyukurlah terhadap nikmat yang Allah berikan walaupun nikmat itu terlihat hanya sedikit. Jika kita mampu bersyukur terhadap nikmat Allah yang terlihat sedikit, niscaya kita akan menjadi manusia yang mampu lebih bersyukur lagi tatkala menerima nikmat yang lebih besar.

Dengan bersyukur hati kita akan menjadi hati yang senantiasa merasa cukup (qanaah) terhadap nikmat yang Allah berikan. Ridha dengan pemberian dari Allah SWT, sehingga hati senantiasa merasa senang dan gembira. Inilah cara yang dapat kita lakukan agar nikmat bertambah nikmat.

Allah SWT berfirman: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7).

Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, bersyukur hakikatnya adalah pengakuan hati terhadap nikmat-nikmat Allah dan menyanjung Allah karena nikmatnya, serta mempergunakannya dalam keridhaan Allah. Sementara pengingkaran terhadap nikmat Allah memiliki pengertian yang berlawanan dengannya.

Lebih lanjut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan bahwa pengingkaran terhadap nikmat Allah akan mengundang azab Allah. Di antar azab-Nya adalah Allah akan melenyapkan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang tersebut.

Namun demikian, kebanyakan manusia memang tidak mampu bersyukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan. Mereka ingkar terhadap segala bentuk kenikmatan yang diterimanya di dalam hidup dan kehidupannya.

Dalam Al-Qur’an surat Yunus [10] ayat 60, Allah SWT berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.”

Selain itu, Allah SWT juga berfirman yang artinya: “Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (QS. Al-‘Adiat [100]: 6).

Berdasarkan kedua ayat di atas, maka jelaslah sudah bahwa memang kecenderungan manusia itu senantiasa lalai dalam bersyukur. Sehingga wajar saja jika nikmat yang Allah berikan di dunia ini hanyalah sebatas menjadi an-ni’mah, tidak membawanya meraih an-na’im.   


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
   

Oleh karenanya, bagi siapa saja hamba Allah yang ingin nikmatnya bertambah nikmat, maka tidak ada jalan lain selain senantiasa bersyukur atas segala bentuk nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dengan cara ini, maka an-ni’mah (kenikmatan duniawi), akan mampu membawanya untuk meraih jannatun na’im, yakni surga yang melimpah kenikmatan di dalamnya.

Jannatun na’im akan diberikan kepada hamba Allah yang beriman dan beramal shalih, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, bagi mereka jannatun na’im (surga yang penuh kenikmatan di dalamnya), mereka kekal di dalamnya, sebagai janji Allah yang benar. Dan Dia Maha Perkasa Maha Bijaksana (QS. Luqman [31]: 8 - 9).  

Bersyukur melibatkan tiga komponen, yakni hati, lisan, dan perbuatan anggota badan. Bersyukur dengan hati yakni meyakini bahwa segala kenikmatan yang kita raih, hakikatnya adalah dari Allah SWT, bukan semata-mata karena jerih payah kita.

Bersyukur dengan lisan adalah dengan memuji Allah dan melakukan tahadduts bi ni’mah atau minimal dengan mengucapkan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah.  Sementara itu, bersyukur dengan anggota badan adalah menggunakan segala bentuk kenikmatan yang Allah berikan dalam bentuk amal shalih sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Untuk itu, yakinlah bahwa Allah senantiasa memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya yang senantiasa mampu bersyukur dan qanaah dengan pemberian Allah SWT. Kenikmatan apapun, pada hakikatnya adalah rizki yang telah Allah jamin untuk seluruh hamba-Nya.

Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengingatkan kepada kita: “Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu oleh Allah, dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya mata bathin (basyirah).”

Terakhir, marilah kita perbanyak membaca do’a yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW sebagai berikut: “Ya Allah berikan aku sikap qanaah (merasa cukup) terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu, dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR. Hakim). (*)

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network