Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
BEBERAPA waktu yang lalu saya diminta oleh salah seorang kerabat untuk memberikan nasihat pernikahan bagi putranya yang menikah dengan seorang gadis pilihan hatinya. Dengan antusias, saya pun menerima permintaannya.
Tibalah hari pernikahannya, dan saya pun tampil berbicara di depan keluarga dan tamu undangan. Karena ini adalah nasihat perkawinan, maka saya pun mencoba memaparkan konsep keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah yang saya sebut keluarga samara.
Sebagai mukadimah, saya pun mengutip firman Allah SWT yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran-Nya) ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21).
Berdasarkan ayat di atas, jelaslah sudah bahwa karena kuasa dan kebesaran Allah lah, pasangan hidup kita diciptakan. Allah menciptakan pasangan hidup bagi kita dari jenis kita sendiri, bukan dari jenis makhluk Allah yang lain.
Tujuan yang ingin dicapai adalah agar setiap pasangan merasakan dan memiliki keluarga yang samara. Untuk itulah, setiap kali ada pasangan yang menikah, maka do’a dan harapan yang paling banyak disampaikan adalah semoga menjadi keluarga yang samara.
Apa sesungguhnya keluarga samara itu?
Mari kita urai satu per satu dari ketiga suku kata tersebut.
Keluarga yang Sakinah
Sakinah artinya adalah tenang atau tenteram. Keluarga yang sakinah berarti keluarga yang seluruh anggotanya merasakan ketenangan, ketenteraman, perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, kehormatan, dan kepercayaan.
Keluarga yang sakinah adalah keluarga yang jauh dari keributan, percekcokan, dan konflik-konflik lain yang berpotensi akan membuat keluarga berantakan. Jangankan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan verbal atau sikap lain yang menyakitkan pasangan pun tidak ada.
Keluarga yang sakinah merupakan modal yang sangat berarti, bagi seluruh anggota keluarga untuk meraih prestasi. Keluarga yang sakinah merupakan dasar untuk dapat meraih kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarga.
Keluarga yang Mawaddah
Mawaddah artinya cinta kepada pasangannya. Keluarga yang mawaddah berarti keluarga yang merasakan adanya rasa saling mencintai antar pasangan suami istri dan juga seluruh anggota keluarga.
Perasaan cinta mampu mendorong seorang suami misalnya rela berkorban untuk istrinya, begitu juga sebaliknya. Perasaan cinta itu pula yang menyebabkan orang tua rela bersusah payah demi kebahagiaan putra-putrinya.
Dengan cinta keluarga menjadi penuh warna. Indah dipandang dan menyenangkan walaupun harus melalui berbagai ujian dan rintangan.
Sebaliknya, jika cinta tidak ada, maka keluarga pun terasa hambar. Masing-masing anggota keluarga selalu mendahulukan kepentingan pribadinya. Tak ada lagi sikap saling melindungi, tak ada lagi sikap saling berbagi satu dengan yang lainnya.
Keluarga yang Rahmah
Rahmah artinya kasih sayang. Keluarga yang diliputi rahmah adalah keluarga yang di tengah-tengahnya terdapat kasih sayang di antara seluruh anggota keluarganya.
Sikap saling melengkapi kekurangan pasangan adalah wujud adanya rahmah di dalam keluarga. Sikap saling menutupi dalam arti positif untuk kebaikan antar anggota keluarga adalah wujud lain dari adanya rahmah di dalam keluarga.
Rahmah dalam keluarga adalah sebuah karunia dari Allah SWT yang sangat berarti bagi sebuah keluarga. Karena adanya rahmah inilah seluruh anggota keluarga dengan penuh ikhlas melakukan perannya masing-masing demi mencapai kebahagiaan bersama.
Dengan demikian, keluarga yang samara adalah keluarga yang diliputi oleh ketenangan hidup dari seluruh anggota keluarganya. Keluarga tersebut dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang di antara seluruh anggota keluarga.
Keluarga samara bukanlah keluarga yang harus dihasilkan dari pesta pernikahan yang mewah. Bukan pula keluarga yang harus dihasilkan dari kemeriahan yang diumbar kepada publik berhari-hari.
Bukan kemeriahan, bukan mas kawin, bukan pula kehadiran para tamu undangan dari kalangan tertentu yang membuat pasangan yang menikah mampu menjadi keluarga yang samara. Keluarga yang samara bukanlah pula hanya sebatas slogan atau harapan kosong semata.
Keluarga yang samara adalah tujuan dari pernikahan yang dilandasi niat ibadah kepada Allah SWT. Keluarga yang samara merupakan nikmat yang dapat diraih bagi setiap pasangan yang berusaha untuk mewujudkannya.
Di bagian akhir nasihat yang saya berikan, saya sampaikan bahwa sejatinya nasihat perkawinan ini tidak hanya ditujukan kepada pengantin baru, namun juga bagi seluruh pasangan termasuk pengantin bau (lama). Karena sesungguhnya, perjalanan bahtera rumah tangga adalah salah satu proses belajar sepanjang masa.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Proses mewujudkan keluarga yang samara, adalah proses yang panjang. Bukan proses yang instan. Terkadang di dalam rumah tangga itu, rasa sakinah, mawaddah wa rahmah justru hadir dan dirasakan kehadirannya setelah sepasang suami istri itu menjalani rumah tangganya bertahun-tahun.
Oleh karenanya, untuk mewujudkan keluarga yang samara, selain diupayakan secara lahiriah, namun juga harus disertai dengan do’a penuh harap kepada Allah SWT. Salah satu do’a yang dapat kita panjatkan adalah do’a yang bersumber dari firman Allah SWT yang artinya:
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Furqan [25]: 74).
Do’a lainnya adalah do’a yang biasa diucapkan oleh Nabi Ibrahim A.S. Do’a tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaafat [37]: 100 yang artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.”
Terakhir, marilah kita jaga keluarga dengan sungguh-sungguh agar kita tidak hanya bersama dengan keluarga di dunia saja, namun juga bersama di dalam surga-Nya Allah SWT.
Allah SWT berfirman yang artinya: “(yaitu) Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya.” (QS. Ar-Ra’du [13]: 23).
Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa berdasarkan ayat di atas Allah SWT mengumpulkan mereka dengan orang-orang yang mereka cintai di dalam surga yaitu orang tua, istri dan anak keturunan mereka yang mukmin dan layak masuk surga.
Sampai-sampai, Allah SWT mengangkat derajat yang rendah menjadi tinggi tanpa mengurangi derajat keluarga yang tinggi (agar berkumpul di dalam surga yang sama derajatnya). (*)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait