“Ada suatu pola pikir yang membentuk karakter untuk menjadikannya arogan saat di jalan. Sama saja seperti suporter sepak bola ketika klub kesayangannya menang atau kalah, secara psikologis mereka bisa meluapkan emosinya di jalan,” katanya.
Bagaimana bila bertemu dengan pengendara SUV arogan? “Pengguna jalan lain seharusnya bersabar (defensive driving) ketika menemukan perilaku pengendara mobil SUV seperti itu. Kita tidak bisa menilai perilaku seseorang, karena jika terbawa emosi bisa melakukan tindakan di luar kendali,” ujarnya.
Dia mengingatkan jangan sampai terjadi konflik karena akan berbuntut panjang. Jika sama-sama emosi tidak akan ada yang mau mengalah dan mengakui kesalahan.
“Hanya hakim yang dapat menentukan mereka salah atau tidak. Usahakan jangan sampai terjadi konflik verbal dan non-verbal, apalagi fisik. Saya menyarankan jauhi konflik untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan,” katanya.
Hal senada disampaikan pengamat otomotif, Bebin Djuana. Dia menegaskan, meski tidak semua mengemudikan mobil dengan bodi lebih besar secara tidak langsung memberikan pengaruh psikologis kepada pengendara.
“Ini kembali lagi ke perilaku berkendara. Jika menempatkan diri sesuai dengan porsinya, maka kita bisa berkendara dengan bijak. Hanya mobil SUV ini kan bodinya lebih besar jadi merasa perlu diutamakan,” ujar Bebin. (*)
Editor : Syahrir Rasyid