“Kalau kendaraan listrik itu selalu baterai paling mahal. Misalnya nanti kalau ada insentif dari pemerintah terkait baterai untuk program konversi, jadinya bisa lebih murah. Mungkin bisa sekitar Rp5 jutaan,” ujarnya.
Sebelum melakukan konversi, Hari mengatakan, di IATO akan berdiskusi terlebih dahulu kepada konsumen seberapa besar tenaga yang diinginkan. Sebab, itu akan memengaruhi harga.
"Untuk estimasi harga itu dapat menghasilkan tenaga seperti motor matik 110 cc sampai 125 cc. Kalau mau lebih tinggi lagi tenaga tinggal disesuaikan saja, tapi kalau motor penggeraknya lebih besar butuh baterai lebih besar juga,” kata dia.
Hari menganggap motor hybrid menjadi solusi paling tepat untuk kondisi Indonesia saat ini dengan infrastruktur yang belum tersebar berbagai wilayah. Pasalnya, pemilik masih bisa menggunakan mesin bensin jika baterai habis di jalan.
“Motor rancangan saya ini menggunakan sistem hybrid. Jadi kita tak perlu repot dorong motor kalau baterai habis. Sistem regenerated juga bisa diaktifkan, jadi baterai akan mengisi ketika motor berjalan. Motor listrik dan mesin bensin juga bisa diaktifkan bersamaan, jadi tenaganya lebih besar,” katanya.
Namun, biaya yang dikeluarkan untuk mengonversi kendaraan dari bensin menjadi listrik belum termasuk biaya sertifikasi. Pengurusan surat-surat perlu dilakukan untuk mendapatkan legalitas kendaraan tersebut.
"Kalau untuk biaya sertifikasi pengurusan surat-surat itu kisaran Rp450.000. Sangat terjangkau karena pemerintah sangat membantu dalam hal semacam ini," kata dia.(*)