JAKARTA, iNewsSerpong.id - Mahar Nabi Muhammad SAW kepada Aisyah ra saat menikah jika dikonversikan dengan emas adalah 200 gram emas terbaik, atau sebanyak 500 dirham. Jika merujuk pada hasil konversi dalam emas, maka mahar itu senilai Rp1,3 miliar. Itu jika menggunakan hitungan emas 24 karat per gram yang dihargai setara Rp6,5 juta.
Imam Muslim meriwayatkan, mengetahui Rasulullah SAW membawa mahar yang sangat banyak, Aisyah berkata, "Mahar Rasulullah kepada para isterinya ialah 12 Uqiyah dan satu nash". Lalu, Aisyah melanjutkan, "Tahukah Anda apakah nash itu?" Abdur Rahman menjawab, "Tidak, ya, Aisyah." Istri Rasulullah itu berkata, "Setengah Uqiyah". Jadi, semuanya 500 dirham. Itulah mahar Rasulullah untuk para istrinya. (HR Muslim).
Di sisi lain, ada juga yang menjelaskan cukup detail mahar yang dibawa Rasulullah untuk istri-istri lain selain Aisyah.
Saat menikah dengan Hindun (Ummu Habibah RA) diriwayatkan kalau Rasulullah SAW memberi mahar 4000 dirham. Dan saat menikahi Shafiyah RA, Rasulullah memberi mahar berupa pembebasan dirinya dari perbudakan. Meski tak berbentuk harta, namun nilainya ditaksir miliaran rupiah.
Sedangkan pernikahan Nabi Muhammad dengan Khadijah radhiyallahu'anha (RA) juga sangat besar. Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Malang, Gus Ach Dhofir Zuhry, mengatakan kala itu, Khadijah melamar calon suaminya. "Itu boleh," katanya, dalam Seri Kajian Tafsir Tematik di saluran Youtube NU Online.
Menurut Gus Ach Dhofir Zuhry mahar Nabi kepada Khadijah adalah 20 ekor unta betina. "Kalau diuangkan sekarang, satu ekor rata-rata harganya Rp55 juta. Belum lagi ditambah beberapa keping emas. Total lamaran Nabi Rp1,3 miliar," ujarnya.
Gus Dhofir menandaskan bahwa Nabi tidaklah miskin. "Siapa bilang?" katanya. "Nabi itu setiap kurban menyembelih 100 ekor unta," jelasnya. "Jika per ekor Rp55 juta, maka tinggal dikalikan saja. Miliaran," lanjutnya.
Istimewa
Kembali ke Aisyah binti Abu Bakar As-Shiddiq ra. Beliau adalah wanita yang dinikahi oleh Rasulullah SAW setelah Saudah bintu Zam’ah bin Qois RA ra.
Siti Aisyah memang istimewa. Kesuciannya telah diakui Allah SWT dari atas langit ketujuh. Malaikat telah menampakkan Aisyah tiga malam berturut-turut kepada Baginda Rasul sebelum beliau menikahi Siti Aisyah. Hal tersebut sebagaimana sabda Beliau SAW:
رأيتُك في المنام ثلاث ليال ، جاء بك الملك في سرقة من حرير، فيقول : هذه امرأتك فأكشف عن وجهك فإذا أنت فيه، فأقول : إن يك هذا من عند الله يُمضه
“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata.” (HR Bukhari dan Muslim)
Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah terjadi pada bulan Syawal tahun 11 setelah kenabian, tepatnya dua tahun lima bulan setelah peristiwa hijrah serta setahun setelah pernikahan beliau SAW dengan Saudah bintu Zam’ah berlangsung.
Saat menikah dengan Rasulullah SAW, Siti Aisyah berumur 6 tahun. Hal itu berdasarkan sebuah hadis bahwasannya Aisyah berkata:
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun.” (HR Bukhari dan Muslim)
Namun, menurut Abbas Mahmud Aqqad dalam “aṣ-Ṣiddīqah Binti aṣ-Ṣiddīq” umur Siti Aisyah ketika berbulan madu dengan Nabi tidak kurang dari 12 tahun dan tak lebih dari 15 tahun.
Ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Sa’ad yang menerangkan bahwa Siti Aisyah dilamar pada usia 9 tahun dan bulan madu pada usia sudah baligh (15 tahun).
Siti Aisyah adalah satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah SAW dalam keadaan masih gadis atau perawan. Dengan Siti Aisyah, hidup nabi sangat bewarna dan romantis. Bila Siti Khadijah adalah wanita dewasa yang keibuan maka sebaliknya Siti Aisyah adalah wanita muda yang energik, lincah dan cantik.
Selain itu, beliau juga dikenal sebagai istri nabi yang intelektualitasnnya sangat tinggi. Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Dr. Mahmud Ṭahhan dalam “Taisīr Muṣṭalah al-Hadīts” (2004: 244) menempatkannya sebagai sahabat dalam urutan keempat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Jumlahnya: 2210. Pernikahan Nabi dengan Aisyah tak memiliki anak.
Hikmah
Salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung.
Ketika Rasulullah hendak menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang demikian dihalalkan.
عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam buku "Sejarah Hidup Muhammad", pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah lebih didorong karena mereka adalah putri sahabat dekatnya, Abu Bakar. Hal yang sama juga kemudian dilakukan dengan Hafshah Binti Umar bin Khattab ra.
“Segi inilah yang membuat Muhammad mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri mereka,” tutur Haekal.
“Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada mereka.”
Kalaupun benar kata orang mengenai Aisyah serta kecintaan Nabi Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu timbul sesudah perkawinan, bukan ketika kawin.
"Gadis itu dipinangnya kepada orangtuanya tatkala ia berusia 9 tahun dan dibiarkannya dua tahun sebelum perkawinan dilangsungkan. Logika tidak akan menerima kiranya, bahwa dia sudah mencintainya dalam usia yang masih begitu kecil," tambah Haekal.
"Hal ini diperkuat lagi oleh perkawinannya dengan Hafsah binti Umar yang juga bukan karena dorongan cinta birahi, dengan ayahnya sendiri sebagai saksi," ujarnya. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait