Memperjuangkan ASI di Tengah Debu Semeru

Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, SpA(K), MHA *
Ilustrasi menyesui (iNews.id)

Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, SpA(K), MHA *

Seminggu lebih sejak Semeru menunjukkan aksinya, banyak masyarakat di sekitar gunung tersebut yang akhirnya harus menempati tempat-tempat pengungsian. Tidak sedikit juga anak-anak yang harus menghuni rumah sementara yang disediakan oleh pemerintah setempat bersama orangtua dan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Bukan sesuatu yang menyenangkan, namun inilah realita yang harus dijalani.

Harus diakui, penanganan bencana alam di Indonesia saat ini sudah sangat baik, efektif, dan efisien dibanding  ketika saya masih aktif sebagai anggota Satuan Tugas Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas Bencana IDAI). Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Ketua Satgas Bencana IDAI melalui wawancara langsung di salah satu televisi swasta, saya menilai penanganan anak-anak di tempat pengungsian sudah cukup baik.

Pada kesempatan ini saya hanya mau mengingatkan buat mereka yang di lapangan untuk tetap mempertahankan pemberian air susu ibu (ASI) bagi bayi-bayi 0-24 bulan. Jangan lupa memotivasi ibu-ibu yang masih menyusui bayinya untuk tetap memberikan ASI. Bila aliran ASI mengalami gangguan karena faktor psikologis ibu akibat bencana yang terjadi, lakukan penilaian dan jika memang tidak bisa keluar juga, pertimbangkan untuk memberi susu formula.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Bab IV, Pasal 18, Ayat 3, yang berbunyi: “Dalam hal terjadi bencana atau darurat, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dapat menerima bantuan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.

Oleh karena itu, bagi donatur yang ingin membantu anak-anak di tempat-tempat pengungsian berupa pemberian susu formula, jangan memberikan langsung kepada para pengungsi namun melalui dinas kesehatan setempat. Mengapa demikian? Pemberian susu formula bagi bayi-bayi 0-24 bulan di tempat-tempat pengungsian tidak sesederhana yang kita bayangkan. Membuat susu formula dibutuhkan air matang berikut botol dan dot yang bersih. Petugas dari dinas kesehatan atau tenaga kesehatan di lapangan harus menilai apakah di tempat pengungsian tersedia air matang dan air bersih untuk mencuci botol dan dot. Ketidaktersediaan air bersih dapat berakibat fatal bagi bayi-bayi ini, yaitu diare bahkan dapat berujung dengan kematian.

Beberapa penelitian menunjukkan, penyakit  dan penyebab kematian terbanyak yang dijumpai di tempat pengungsian adalah diare. Hal ini yang membuat mengapa kita harus hati-hati dan penuh pertimbangan untuk memberikan susu formula di tempat pengungsian. Sekalipun akhirnya bayi-bayi ini mendapatkan susu formula, sampaikan kepada ibu bahwa pemberian susu formula ini hanyalah untuk sementara. Artinya, pada saat ASI sudah lancar lagi, ibu harus menghentikan susu formula dan kembali memberikan ASI kepada bayinya.

Melihat hal ini, dapur umum tentu harus menyediakan air matang agar ibu dengan mudah dapat membuat susu formula dengan aman. Tidak hanya air matang, air bersih pun harus menjadi perhatian karena botol dan dot yang telah digunakan harus dicuci bersih sebelum digunakan lagi. Botol dan dot yang tidak dicuci setelah digunakan dapat menjadi sumber terjadinya diare pada bayi-bayi yang mendapat susu formula.

Di tempat pengungsian, satu ruangan biasanya dihuni oleh beberapa keluarga. Bagi ibu yang tidak biasa memberikan ASI di depan orang banyak, perlu dipikirkan untuk membuat ruangan khusus bagi ibu yang ingin menyusui bayinya. Tersedianya ruangan ini diharapkan dapat membuat ibu tetap dapat menyusui bayinya dengan tenang dan lancar.

Selain ASI, mungkin perlu dipikirkan juga pembuatan makanan pendamping ASI (MPASI) bagi bayi-bayi yang sudah harus mulai makan. Pengelola dapur umum, selain membuat nasi bungkus, diharapkan juga dapat membuat MPASI dengan 3 tekstur yang berbeda, yaitu cair, lunak, dan padat.

Dalam wawancaranya dengan televisi swasta, Ketua Satgas Bencana IDAI mengatakan, angka kejadian diare mulai terlihat meningkat.  Upaya di atas kiranya dapat mengurangi bahkan kalau mungkin meniadakan angka kejadian diare pada anak-anak ditempat-tempat pengungsian korban erupsi Gunung Semeru. Kiranya tenaga kesehatan di lapangan dapat membantu ibu-ibu di pengungsian dalam mempertahankan pemberian ASI bagi bayi-bayi yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. Di tengah debu Semeru, tetap semangat memperjuangkan ASI.

* Penulis adalah dokter kanker anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network