JAKARTA, iNewsSerpong.id - Usia harapan hidup orang Indonesia saat ini rata-rata 71,4 tahun. Angka itu penambahan dari usia harapan hidup 62,65 tahun ditambah 8,83 tahun masa tidak produktif. Begitu Kementerian Kesehatan melaporkan.
Angka harapan hidup orang Indonesia lebih tinggi dibandingkan umat Nabi Muhammad SAW . Rasulullah SAW pernah mengabarkan usia kebanyakan umatnya adalah berkisar antara 60-70 tahun.
Usia Nabi Muhammad sendiri sekira 62-63 tahun. Usia Rasulullah ini sebagai standar proporsional umur manusia kebanyakan di dunia hari ini yang tidak dapat dibilang terlalu singkat atau terlalu panjang.Penyebutan kelaziman angka umur umat akhir zaman ini tidak menafikkan mereka yang wafat sebelum mencapai atau sesudah melewati kisaran tersebut. Meski ada yang berusia melebihi 70 tahun, jumlah mereka sangat kecil.
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ رواه الترمذي
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA . Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Usia umatku (umumnya berkisar) antara 60 sampai 70 tahun. Jarang sekali di antara mereka melewati (angka) itu.’” (HR At-Tirmidzi).
Abdurra’uf Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan bahwa “umatku” yang disebut dalam hadis di sini bukan hanya pemeluk agama Islam (ummatul ijābah), tetapi manusia secara umum yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW dan seterusnya (ummatud da’wah).
Kementerian Kesehatan menyatakan usia harapan hidup meningkat seiring naiknya kesejahteraan. Padahal jika kita mencermati harapan hidup orang zaman dulu jauh lebih lama, bisa ratusan tahun.Nabi Adam usianya sampai 1000 tahun. Tinggi badan umat terdahulu 100 hasta dan lebar 10 hasta. Mereka raksasa. Dengan usia demikian, mereka menjadi angkuh dan sombong serta berpaling dari Allah “Karena itu, Tuhanmu menimpakan cambuk azab kepada mereka,” ( QS Al-Fajri : 13).
Bukannya bertambah lama, harapan hidup lama-lama justru menyusut. Kini, di akhir zaman, usia manusia tak selama dulu lagi. Bayangkan kalau manusia tetap diberi umur sampai 1000 tahun. Rasanya bumi makin padat saja.
Al-Munawi dalam Kitab Faidhul Qadir mengatakan sebagian ulama membagi empat fase usia manusia, yaitu masa balita dan kanak-kanak, masa remaja dan masa muda, masa dewasa, dan masa tua sebagai akhir usia mereka yang umumnya berkisar antara 60-70 tahun.
Pada masa tua itu, tampak turunnya daya fisik dan berkurangnya sisi lain pada dirinya. Pada saat itu, ia sangat dianjurkan untuk mempersiapkan diri untuk menuju akhirat karena mustahil untuk kembali pada kekuatan dan ketangkasannya seperti semula saat muda dahulu.
Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari mengatakan bahwa hadis ini mengisyaratkan genapnya usia 60 sebagai dugaan selesainya umur seseorang.
Orang terdahulu boleh berusia ratusan tahun. Namun nikmat yang dikonsumsi umat terdahulu tetap terbilang sedikit. Pasalnya, yang namanya dunia, halalnya menuntut hisab. Haramnya meniscayakan azab sebagaimana keterangan hadis.
Sebaliknya, Allah memuliakan umat Nabi Muhammad SAW sebagai umat akhir zaman ini dengan sedikit siksa dan hisab yang dapat menghalangi mereka dari masuk surga. Oleh karena itu, mereka adalah umat pertama yang masuk surga.
Dari sana kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Nahnul ākhrūnal awwalūn” atau kami adalah umat akhir zaman yang awal (masuk surga). Ini termasuk kabar Rasulullah yang terbilang mukjizat. (Abdurra’uf Al-Munawi, At-Taysir bi Syarhil Jami’is Shaghir).
Umat manusia akhir zaman mendapat limpahan rahmat Allah berupa pelipatgandaan ganjaran atas amal ibadah yang membantu mereka di tengah keterbatasan usia mereka yang sangat singkat di dunia. Salah satu keterangan itu dapat ditemukan pada hadis Rasulullah SAW berikut ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, dari Rasulullah SAW pada apa yang diriwayatkan dari Allah, ia bersabda, ‘Allah menulis kebaikan dan kejahatan. Ia kemudian menerangkan, siapa saja yang terpikir untuk berbuat kebaikan dan ia belum melakukannya, niscaya Allah mencatatnya sebagai sebuah kebaikan sempurna. Tetapi bila ia terpikir untuk berbuat kebaikan dan ia kemudian melakukannya, niscaya Allah mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan yang berlipat ganda hingga 700 hingga kelipatan yang banyak. Namun, jika ia terpikir untuk berbuat kejahatan dan ia belum melakukannya, niscaya Allah mencatatnya sebagai sebuah kebaikan sempurna. Tetapi bila ia terpikir untuk berbuat kejahatan dan ia kemudian melakukannya, niscaya Allah mencatatnya sebagai sebuah kejahatan saja,’” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama mazhab Syafi’i menarik sebuah simpulan hukum bahwa orang yang genap memasuki usia 60 tahun dan belum berhaji karena kelalaiannya–padahal ia mampu–, maka ia berdosa jika kemudian wafat sebelum menunaikan ibadah haji. Wallahu a’lam.
(*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait