Oleh karena itu, hewan ini sulit untuk didekati oleh manusia sehingga pengunjung hanya dapat melihatnya dari pagar luar Istana Bogor. Rusa ini mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo dan ingin ada penangkaran.
Ide mengenai penangkaran rusa totol jinak diawali pada tahun 2015 saat Jokowi melihat ada seekor anak rusa yang bagian ekornya terluka. Melihat kejadian tersebut, Jokowi melalui ajudan memerintahkan agar anak rusa yang terluka itu segera dirawat secara intensif oleh pihak terkait di Istana Bogor selaku pengelola hewan koleksi Istana.
Sesaat setelah dilahirkan, seekor anak rusa biasanya disembunyikan sejenak di semak-semak dan ditinggalkan oleh sang induk untuk mencari makanan. Setelah itu, barulah sang induk kembali mendatangi persembunyian bayi rusa untuk disusui.
Masalah timbul bila bayi rusa tersebut diganggu oleh hewan pemangsa, seperti biawak, musang, atau binatang pengerat. Induk rusa tidak dapat lagi mengenali bayi rusanya dikarenakan bau tubuhnya telah berubah seperti bau tubuh hewan pemangsa yang berusaha memakannya.
Hingga akhirnya, bayi rusa tersebut ditinggalkan oleh induknya. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka mortalitas anak-anak rusa. Kondisi ini terutama terjadi pada saat musim kelahiran pada bulan Juni hingga Agustus.
Staf pengelola hewan koleksi Istana Bogor, Ali Syarifudin, sebagaimana dikutip dari laman setneg.go.id, Kamis (6/1/2022) menyebutkan, penangkaran rusa totol jinak di Istana Bogor telah berada pada fase mapan.
Itu berarti seluruh proses perawatan rusa totol sejak ditangkarkan hingga kembali dilepas di padang rumput Istana Bogor telah berstandar. Tercatat telah lebih dari 30 ekor bayi rusa yang dapat diselamatkan dan ditangkarkan di lingkungan Istana Bogor.
Namun demikian, jumlah bayi rusa yang dapat dirawat dalam setiap periode masih terbatas karena mahalnya biaya perawatan bayi-bayi rusa yang ditangkarkan. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait