Pengaturan Lalu Lintas di DKI Jakarta Gunakan Artificial Intelligence Harus Lebih Diperjelas

Vitrianda Hilba Siregar
Lalu lintas di DKI Jakarta terasa semakin padat dibandingkan sebelum pandemi. Foto; Ist

JAKARTA, iNewsSerpong.id - Lalu lintas di DKI Jakarta semakin terasa semakin padat dibandingkan sebelum pandemi. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas ini terlihat dari data yang dikumpulkan oleh TomTom Traffic Index, yang menempatkan Jakarta sebagai kota terpadat ke-29 di dunia pada tahun 2022.

Tingkat kemacetan ini terus meningkat setiap tahun setelah mengalami penurunan drastis pada tahun 2020 akibat pandemi yang melanda dan menghentikan aktivitas mobilitas masyarakat.

Jika tren peningkatan kemacetan ini terus dibiarkan, Jakarta berisiko kembali menduduki peringkat ke-7 dengan tingkat kemacetan 53% seperti pada tahun 2019.

Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, mulai dari penerapan peraturan ganjil genap, rencana penutupan 27 titik putar balik, hingga wacana pemberlakuan jalan berbayar elektronik (ERP).

Salah satu upaya terbaru adalah pemasangan sistem ATCS (Area Traffic Control System) atau sistem pengendalian lalu lintas berbasis teknologi informasi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) melalui optimalisasi dan koordinasi pengaturan lampu lalu lintas di setiap persimpangan.

Saat ini, dari total 321 simpang yang ada di DKI Jakarta, sebanyak 162 simpang telah menggunakan sistem ATCS generasi sebelumnya, dan sekitar 20 simpang telah menggunakan teknologi AI Traffic Light. Beberapa simpang yang dipilih adalah titik-titik krusial yang sering mengalami kemacetan panjang akibat volume kendaraan yang padat di antrian lampu lalu lintas.

Beberapa simpang yang telah dipasangi teknologi terbaru ini antara lain simpang di Gunung Sahari - Martadinata, simpang Gunung Sahari - Underpass Angkasa, simpang Hayam Wuruk/Gajah Mada - Sawah Besar, dan simpang Harmoni. Pemasangan teknologi terbaru ini terlihat melalui tiang dan kamera yang terpasang sekitar 20-50 meter sebelum masing-masing simpang.

"Di Jakarta, pengaturan lalu lintas seharusnya berorientasi pada respons permintaan, yang berarti sistem lampu lalu lintas harus responsif terhadap kondisi lalu lintas yang ada dan terintegrasi dengan semua simpang di sekitarnya. Teknologi AI yang digunakan ini perlu dijelaskan, jenis teknologi AI yang digunakan dan logika apa yang digunakan, sehingga para akademisi dan pelaku transportasi dapat memahaminya," kata Dr. Budi Yulianto, pakar transportasi dari ITS Indonesia (Intelligent Transport System Indonesia) dalam siaran pers dikirim Sabtu, 20 Mei 2023

 Penerapan teknologi AI Traffic Light pada sistem ATCS dikabarkan telah dimulai sejak bulan Februari tahun ini. Namun sayangnya, hingga bulan Mei, belum terlihat apakah teknologi ini mampu mengurai atau bahkan menurunkan kemacetan di DKI Jakarta. Tidak ada informasi atau berita terkait perkembangan proyek ini.

Padahal teknologi yang digunakan merupakan teknologi tinggi yang diadopsi dari negara-negara maju, dan tentunya anggaran yang dikeluarkan tidaklah murah.

Budi melanjutkan, di Indonesia terdapat beberapa konsep sistem terkait lampu lalu lintas. Konsep pertama yang sudah banyak digunakan adalah fixed time traffic signal, yaitu lampu lalu lintas yang dioperasikan dengan waktu yang tetap dan tidak mengalami perubahan di setiap ruas jalan.

Konsep selanjutnya adalah vehicle activated control, yaitu pengaturan lampu lalu lintas berdasarkan kondisi lalu lintas di lapangan. Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan sistem vehicle activated control melalui Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL).

Sistem ini diterapkan langsung tanpa kajian atau pengujian yang komprehensif. Padahal sistem ini menggunakan fixed time traffic signal dan kurang teratur, sehingga sistem vehicle activated control ini tidak cocok dengan lalu lintas di lapangan dan tingkat kepadatannya melebihi 0,7, sehingga menjadi masalah.

"Sebagai contoh, sistem ethics balance dari Jerman pernah diterapkan di salah satu kota di Indonesia. Sistem ini tidak berhasil terbukti dengan tingkat kepadatan lalu lintas di atas 0,7. Hal ini karena di Jerman, kondisi kendaraan melaju di satu jalur dan tidak ada motor. Kondisi ini tentunya berbeda dengan di Indonesia. Oleh karena itu, produk dari luar negeri belum tentu bisa digunakan di Indonesia tanpa melalui kajian yang komprehensif dan dapat dibuktikan," jelas Budi, yang juga merupakan pakar transportasi dari Universitas Negeri Sebelas Maret.

Masyarakat seharusnya mendapatkan informasi yang jelas mengenai implementasi dan hasil dari penerapan sistem ini, serta agar dapat dikaji dan diuji oleh para pakar. Hal ini penting untuk melakukan evaluasi bersama apakah sistem ini bermanfaat bagi masyarakat dan layak untuk diterapkan di seluruh simpang di DKI Jakarta.

Jangan sampai penerapan sistem tersebut tidak diuji dengan kondisi lalu lintas yang ada di DKI Jakarta dan berpotensi menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, perlu lebih transparan dan melakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta yang belum terselesaikan.

"Kontrol lampu lalu lintas sangat penting untuk mengurai kemacetan yang disebabkan oleh antrian kendaraan di persimpangan lampu lalu lintas, terutama jika menggunakan teknologi baru yang lebih canggih. Oleh karena itu, perlu dilakukan proof of concept atau kajian yang komprehensip

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network