HIKMAH JUMAT : Sekedar Jangan Dilupakan

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Harta kekayaan atau kenikmatan dunia lainnya bukanlah untuk kesombongan atau keangkuhan. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. - Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

KITA SERING mendengar orang yang mengatakan tidak ada waktu untuk beribadah. Ada juga yang mengatakan, ibadah mah nanti aja kalau sudah pensiun. Mumpung masih muda, masih sehat dan kuat, kita harus bekerja keras untuk keluarga dan bekal tua nanti.

Perkataan di atas sekilas sangat logis dan masuk akal. Namun kalau dipahami lebih lanjut, sejatinya kalimat-kalimat di atas dapat menyesatkan banyak orang yang mendengar atau membacanya.

Bagaimana tidak, pada kalimat-kalimat di atas, seolah-olah kehidupan ini dia yang mengatur. Dia lupa bahwa hidup dan mati itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Dia juga lupa bahwa banyak orang yang masih muda, sehat dan kuat, namun tiba-tiba meninggal.

Menumpuk-numpuk harta memang sangat menyenangkan. Bangga dengan kemewahan dunia adalah hal yang biasa dilakukan oleh sebagian orang sejak dahulu kala. Mungkin kita masih ingat kisah Karun yang kekayaannya bisa jadi tidak ada yang sanggup menandinginya hingga saat ini.

Kisah Karun

Karun adalah sepupu sekaligus pengikut setia Nabi Musa AS yang taat beribadah namun miskin serta memiliki banyak anak. Beberapa kali Karun meminta Nabi Musa AS untuk mendo’akannya agar menjadi orang kaya.

Singkat cerita, akhirnya Nabi Musa pun mendo’akan Karun untuk menjadi orang kaya dan dikabulkan oleh Allah SWT. Karun pun menjadi orang kaya dan terus bertambah kaya sehingga dia lupa untuk beribadah karena disibukkan dengan mengurus hartanya.

Karun enggan untuk bersedekah dan mengeluarkan zakat dari hartanya. Jadilah Karun orang yang sombong dan kikir, yang kemudian diabadikan kisahnya oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash [28] ayat 76 yang artinya:

Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta dan kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”

Bukti kesombongan dan kekikiran Karun dapat dipelajari pada surat Al-Qashash ayat 76 - 82. Akibat dari perbuatannya itu, akhirnya Karun pun dibenamkan ke dalam tanah bersama dengan seluruh harta kekayaannya.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qashash [28]: 81).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

 

Bisa jadi, karena kisah inilah kita mengenal istilah harta karun. Penggunaan istilah harta karun biasanya ketika ditemukan sejumlah harta atau kekayaan lainnya dalam jumlah besar, yang sebelumnya tersembunyi dan tidak diketahui pemiliknya.

Jangan Lupakan Bagianmu di Dunia

Berdasarkan kisah Karun tersebut, maka Allah SWT mengingatkan kepada kita bahwa harta kekayaan atau dunia itu sekedar jangan dilupakan. Peringatan ini Allah sampaikan dalam firman-Nya bersamaan dengan kisah Karun tadi. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77).

Menurut Imam Al-Qurthubi bahwa berdasarkan ayat di atas hendaknya setiap manusia menggunakan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya di dunia ini untuk menggapai kebahagiaan negeri akhirat yakni surga. Dengan demikian maka harta kekayaan atau kenikmatan dunia lainnya bukanlah untuk kesombongan atau keangkuhan.

Sementara itu, Imam Ibnu Katsir berpendapat bahwa berdasarkan ayat di atas, hendaklah setiap manusia menggunakan harta dan nikmat yang telah Allah anugerahkan untuk taat kepada Allah dan jadikanlah harta dan kenikmatan itu untuk semakin dekat kepada Allah SWT.

Lebih jauh Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa manusia jangan melupakan nasibnya di dunia ini. Sebagai manusia, kita membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikah. Hal itu semua dibolehkan oleh Allah SWT.

Masih menurut Imam Ibnu Katsir, bahwa di atas kenikmatan-kenikmatan itu, Allah memiliki hak dari kita. Kita dan keluarga pun memiliki hak, maka tunaikanlah hak-hak itu. Itulah makna bahwa kita jangan melupakan nasib kita dari kehidupan kita di dunia ini.

Selanjutnya menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di bahwa dengan harta dan kenikmatan yang telah Allah anugerahkan hendaknya digunakan untuk menggapai ridha Allah. Janganlah dengan harta dan kenikmatan itu justru membuat kita mengikuti hawa nafsu dan memenuhi syahwat semata.

Syaikh As Sa’di juga mengingatkan bahwa Allah tidak memerintahkan manusia untuk menginfakkan seluruh hartanya, sehingga dia tidak mampu lagi menafkahi keluarganya. Namun infakkanlah sebagian untuk kebahagiaan negeri akhirat. Manusia boleh bersenang-senang dengan kehidupan dunianya, namun jangan sampai melalaikan agama dan mencelakakan kehidupan akhiratnya.


Manusia boleh bersenang-senang dengan kehidupan dunianya, namun jangan sampai melalaikan agama dan mencelakakan kehidupan akhiratnya. (Foto : Ist)

 

Jadikan Akhirat Tujuan Terbesarmu

Berdasarkan uraian di atas, maka dunia bukanlah tujuan akhir kita, namun akhiratlah tujuan terbesar hidup kita. Jangan sampai tujuan ini terbalik, sehingga hidup kita habis untuk mengejar dunia dan lupa akan akhirat.

Hanya karena sibuk mengejar dunia, akhirnya urusan ibadah menjadi terbengkalai. Akibat sibuk bekerja, akhirnya tidak ada waktu lagi untuk bersosialisasi dengan keluarga dan tetangga. Jangan pula karena pesta pora, menjadikan kita lupa akan kewajiban shalat lima waktu dan kewajiban lainnya.

Baginda Rasulullah SAW mengingatkan hal ini kepada kita dalam sabdanya yang artinya: “Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina kepadanya.

Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi).

Oleh karenanya, jadikan segala pernak-pernik kehidupan dunia ini sebagai sarana bagi kita untuk meraih kebahagiaan negeri akhirat. Jadikan harta kekayaan yang kita miliki untuk membantu sesama. Jadikan ilmu yang kita miliki untuk memberikan pencerahan dan inspirasi bagi banyak orang.

Syukuri dan nikmati segala bentuk harta, kekayaan, dan kenikmatan yang  telah Allah anugerahkan kepada kita dengan menunaikan hak-hak yang ada pada diri kita, keluarga, sesama, dan terlebih lagi hak Allah SWT.

In syaa Allah dengan seperti itu, kenikmatan dan kebahagiaan yang kita raih di dunia ini, akan membawa kita meraih kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki di akhirat kelak. Sukses dan mulia hidup kita di dunia, sukses dan mulia pula hidup kita di akhirat. (*)


Syukuri dan nikmati segala bentuk harta, kekayaan, dan kenikmatan yang  telah Allah anugerahkan. (Foto : Ist)
 
Wallahu a’lam bish-shawab.

          

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network