HIKMAH JUMAT : Ada Apa dengan Alam Kita?

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Alam kita saat ini tidaklah dalam kondisi yang baik-baik saja. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. - Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

BEBERAPA PEKAN belakangan ini kita disibukkan dengan tingginya angka polusi udara khususnya di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Bahkan diinformasikan bahwa awal September 2023 ini kondisinya jauh lebih buruk dibandingkan dengan bulan Agustus 2023.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membeberkan kontributor pencemaran udara di Jabodetabek adalah kendaraan bermotor sebesar 44%, kemudian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 34%, dan sisanya bersumber dari rumah tangga dan sumber lainnya.

Namun demikian, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menduga bahwa kendaraan bermotor (transportasi) bukanlah penyumbang polusi terbesar di Jabodetabek.

Hal ini didukung oleh fakta bahwa pada akhir pekan, dimana jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi turun drastis, tetapi justru polusi udara di Jabodetabek tetap buruk seperti di hari kerja.

Kondisi ini tentu harus disikapi oleh banyak pihak sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Oleh karena itu, dalam Hikmah Jum’at pekan ini penulis mengajak kepada seluruh pembaca yang budiman, untuk mencoba merenungi sampai sejauh mana peran kita dalam menjaga kelestarian alam.

Islam adalah agama yang sangat peduli terhadap kelestarian alam. Banyak firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang melarang umat Islam melakukan kerusakan di muka bumi ini. Salah satunya terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf [7] ayat 56 – 58, yang artinya:

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi, setelah diciptakan dengan baik. Berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dan Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”


Dedauan dari pepohonan yang tumbuh di muka bumi berperan sebagai filter menyaring segala bentuk polutan di udara. (Foto : Ist)

 

Demikian pula dengan Baginda Rasulullah SAW yang sangat peduli terhadap kelestarian alam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka.”

Maksud dari hadits di atas, menurut Abu Dawud, adalah Baginda Rasulullah SAW mengingatkan bahwa kita dilarang menebang pepohonan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Aktivitas illegal logging dan bentuk-bentuk penggundulan hutan secara liar lainnya adalah contoh aktivitas yang diancam oleh hadits di atas.

Selain dalam bentuk ancaman, Baginda Rasulullah SAW juga memotivasi agar umat Islam senang menanam pohon. Hal ini ditegaskan oleh beliau melalui sabdanya yang artinya: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah shadaqah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sungguh luar biasa ajaran Islam. Dengan banyaknya pepohonan yang tumbuh di muka bumi maka udara dijamin terbebas dari polusi. Dedauan dari pepohonan yang tumbuh di muka bumi berperan sebagai filter yang menyaring atau menyerap segala bentuk polutan di udara, kemudian menggantinya dengan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.

Namun, apa yang terjadi dengan alam kita saat ini?

Alam kita saat ini tidaklah dalam kondisi yang baik-baik saja. Polusi udara yang terjadi di daerah Jabodetabek saat ini adalah salah satu bukti nyata bahwa kondisi alam kita saat ini telah terganggu keseimbangannya.

Kondisi ini terus-menerus terjadi dan sepertinya sangat sulit untuk dihentikan. Kian bertambah hari, kian bertambah pula manusia-manusia serakah yang melakukan kerusakan di muka bumi. Atas nama devisa untuk negara, alam pun dikorbankan. Sungguh ironi keputusan yang diambil, dan kini kita pun mulai merasakan buah dari keputusan itu.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41).

Berdasarkan ayat di atas maka dapat kita pahami bahwa melakukan kerusakan di muka bumi adalah salah satu bentuk kemaksiatan yang mengundang kemurkaan Allah SWT. Oleh karenanya, ketika  para pelaku kerusakan di muka bumi ini meninggal dunia, maka alam dan seluruh isinya akan merasa lega.

Hal ini disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Ketika ada orang yang sering berbuat dosa itu mati, maka hamba-hamba Allah SWT, seperti manusia, bumi, pohon, dan hewan-hewan merasa lega.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

 

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar alam kita kembali menjadi normal dan seimbang?

Banyak alternatif langkah strategis yang dapat kita lakukan. Salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih menggunakan sarana transportasi umum. Dengan langkah ini, maka polusi udara yang bersumber dari kendaraan bermotor dapat dikurangi.

Namun agar masyarakat mau beralih menggunakan kendaraan umum, masih ada catatan yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya. Beberapa di antaranya adalah ketersediaan kendaraan umum yang dapat diakses dengan mudah, keamanan, kenyamanan, hingga berbiaya rendah.

Selanjutnya adalah menerapkan konsep industri hijau. Konsep industri hijau adalah konsep dimana setiap industri harus berproduksi dengan tanpa menghasilkan limbah (zero waste). Pemerintah dapat menjadikan peraturan industri hijau ini sebagai syarat untuk pendirian industri baru serta audit kelayakan keberlanjutan industri bagi industri yang telah ada.

Konsep ini telah diadopsi misalnya melalui penerapan sistem manajemen lingkungan dengan menggunakan ISO seri 14000. Dengan menerapkan ISO seri 14000, industri harus dapat memastikan bahwa sistem yang digunakannya tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan termasuk polusi udara.

Lebih jauh lagi, kita dapat menggunakan energi baru dan terbarukan. Penggunaan energi baru terbarukan adalah salah satu langkah tepat yang dapat kita lakukan untuk mengurangi pencemaran udara akibat penggunaan bahan bakar fosil.

Geothermal, biofuel, dan panel surya adalah beberapa contoh aplikasi dari konsep ini. Konsep ini memang masih terus dikaji dan disempurnakan dari waktu ke waktu. Salah satu kendala yang dijumpai pada saat penggunaan konsep ini secara massal adalah teknologi dan biaya yang masih tinggi.

Mari berperan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam, sebagai salah satu bentuk ibadah yang telah Allah SWT perintahkan, termasuk menjaga kualitas udara di lingkungan tempat kita tinggal agar tetap layak dan sehat. (*)


Melakukan kerusakan di muka bumi adalah salah satu bentuk kemaksiatan yang mengundang kemurkaan Allah SWT. (Foto : Ist)

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network