HIKMAH JUMAT : Ukuran Kemuliaan Seorang Muslim

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Kemuliaan seseorang bukan diukur dari harta, uang, pangkat dan jabatan. Bukan pula diukur dari jenis kelamin, warna kulit, suku bangsa, dan bahasa yang digunakan. (Foto: Ist)

Terkait hal di atas, Prof. Dr. Quraish Shihab mengutip nasihat Sayyidina Ali R.A. yaitu: “Jangan bersedih karena kehilangan kenikmatan dunia, karena kenikmatannya hanyalah terdiri dari enam macam: makanan, minuman, pakaian, aroma, kendaraan, dan hubungan seks.

Makanan yang terbaik adalah madu, yang merupakan ludah serangga (lebah). Minuman yang paling banyak adalah air, yang juga merupakan minuman semua binatang. Pakaian yang terbaik adalah sutra, yang merupakan hasil rajutan ulat.

Aroma yang paling nyaman adalah wewangian, yang sering kali berasal dari bahan alami yang unik. Kendaraan yang terbaik adalah kuda, yang di medan pertempuran banyak pejuang terkenal gugur. Sedangkan hubungan seks hanyalah pertemuan alat kelamin di tempat yang sama.”

Untuk itu, ukuran kemuliaan seorang muslim yang hakiki adalah yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah-Nya. Ukuran tersebut bukanlah sesuatu yang memperdaya atau kesenangan yang bersifat sementara, melainkan sesuatu yang berbuah kebahagiaan abadi.

Takwa Menjadi Ukurannya

Sekali lagi, kemuliaan seseorang bukan diukur dari harta, uang, pangkat dan jabatannya. Bukan pula diukur dari jenis kelamin, warna kulit, suku bangsa, dan bahasa yang digunakannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Berdasarkan ayat di atas, maka jelaslah sudah bahwa kemuliaan seseorang diukur dan ditentukan berdasarkan derajat ketakwaannya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi orang yang mulia di sisi Allah Ta’ala.

Terkait dengan takwa, Ibnu Taimiyah memberikan penjelasan bahwa takwa adalah seseorang beramal ketaatan kepada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya.


Takwa sejatinya hanya bisa dinilai oleh Allah Ta’ala, karena takwa letaknya di dalam hati. (Foto: Ist)
 


Editor : Syahrir Rasyid

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network