JAKARTA, iNewsSerpong.id - Profil Rodrigo Duterte, mantan presiden Filipina yang ditangkap atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan, menarik diketahui. Duterte ditangkap pada Selasa (11/3/2025) setelah turun dari pesawat di bandara Manila.
Penangkapannya oleh Interpol dilakukan atas perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Profil Rodrigo Duterte
Duterte lahir di Maasin, Filipina, pada 28 Maret 1945. Dia lahir dari ayah yang juga politikus. Dia menjabat presiden pada 2016 hingga 2022 (Di Filipina periode jabatan presiden 6 tahun).
Sebelum itu, Duterte menjabat wali kota Davao, melanjutkan tradisi keluarga menjadi pejabat daerah.
Ayah Duterte pernah menjabat Gubernur Davao, sementara ibunya seorang aktivis masyarakat yang punya peran penting dalam gerakan "kekuatan rakyat" menggulingkan presiden otoriter Ferdinand Marcos, ayah dari presiden saat ini Ferdinand Marcos Jr.
Duterte memperoleh gelar ilmu politik dari Lyceum of the Philippines University di Manila 1968. Dia lalu melanjutkan studinya di bidang hukum di San Beda College dan lulus pada 1972.
Dia bergabung dengan Kejaksaan Kota Davao pada 1977 sampai diangkat menjadi wakil wali kota kota pada 1986. Dua tahun kemudian dia terpilih sebagai wali kota hingga terpilih kembali untuk jabatan yang sama dua kali.
Karena larangan menjabat secara berturut-turut, dia tak bisa maju kembali dalam pemilu pada 1998. Setelah itu, Duterte mulai berkarier di Manila dengan maju dalam pemilihan anggota DPR dari Davao.
Setelah menyelesaikan masa jabatan sebagai anggota DPR pada 2001, dia kembali ke Kota Davao dan sekali lagi terpilih sebagai wali kota.
Karena pembatasan masa jabatan kembali yang berlaku pada 2010, dia terpilih sebagai wakil wali kota, sementara putrinya, Sara Duterte, menjabat sebagai wali kota. Pada 2013, Duterte kembali menjadi wali kota, kali ini berpasangan dengan putranya, Paolo 'Pulong' yang menjadi wakil wali kota.
Menjadi Presiden Filipina
Duterte kemudian memenangkan Pilpres Filipina 2016. Pada 30 Juni 2016, dia dilantik sebagai presiden. Sejak itu, dia langsung mencanangkan perang terhadap kejahatan narkoba.
Selama 6 bulan pertama masa jabatannya, lebih dari 6.000 orang tewas dalam perang melawan para pelaku kejahatan narkoba. Sebagian kecil dari dari para korban merupakan hasil operasi polisi. Namun sebagian besar dibunuh di luar proses hukum.
Pada masa itu, rumah duka di Metro Manila sampai kewalahan karena banyaknya korban. Ratusan jenazah tidak dikenal atau tidak ada yang mengklaim dikubur dalam pemakaman massal.
Pemerintahan negara-negara Barat pun mengungkapkan keprihatinan atas maraknya aksi main hakim sendiri, namun Duterte tak menggubrisnya.
Dia menilai negara Barat menerapkan standar ganda kepada Filipina. Sejak itu pula hubungan Filipina dengan negara Barat merenggang, sebaliknya berusaha memperkuat hubungan dengan Rusia dan China.
Amerika Serikat (AS) menangguhkan penjualan 26.000 pucuk senapan serbu ke Filipina sebagai konsekuensi dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Surat Perintah Penangkapan ICC
Pada Februari 2018, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) membuka penyelidikan awal terhadap lebih dari 12.000 kasus kematian yang terjadi selama perang Duterte terhadap kejahatan Narkoba. Sebulah kemudian Duterte mengatakan akan menarik Filipina dari keanggotaan ICC. Filipina resmi menarik dari ICC pada Maret 2019.
Kemudian pada September 2021, ICC mengizinkan penyelidikan penuh terhadap tindakan Duterte, namun penyelidikan ditangguhkan sampai 2 bulan karena otoritas Filipina juga melakukan penyelidikan yang sama.
Di tengah berbagai serangan mengenai kebijakan kerasnya, Duterte tetap populer di kalangan masyarakat Filipina. Dalam pemilu Mei 2019, dia memenangkan dukungan dari DPR untuk melanjutkan agenda pemerintahan.
Duterte mempertahankan cengkeraman di DPR, dan mengambil alih Senat, menghapus satu-satunya hambatan efektif bagi pemerintahannya.
Namun aturan di Filipina, seorang presiden hanya bisa berkuasa untuk satu periode. Pada September 2021, partainya menominasikan Duterte sebagai kandidat wakil presiden, namun dia tiba-tiba mengundurkan diri dari pilpres.
Dalam pemilu Mei 2022, Duterte mendukung putrinya, Sara, untuk jabatan wakil presiden, sementara jabatan presiden jatuh ke tangan Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr.
Setelah tak menjabat lagi sebagai presiden, posisi Duterte semakin lemah. Terlebih lagi, dalam perjalanan, Sara tak akur Marcos Jr. Konflik dan ketegangan antara dua keluarga dinasti politik pun pecah.
Pada satu kesempatan Sara melontarkan ancaman ingin membunuh Maracos yang ditanggapi serius oleh kelompok pendukung pemerintah. Ancaman yang kemudian dibantah Sara itu justru berujung pada pemakzulannya sebagai wakil presiden.
Sejak itu keluarga Duterte berusaha mendapatkan kembali pengaruh politik. Duterte pun rela terbang ke Hong Kong untuk melakukan kamnpanye partainya sebagai persiapan untuk pemilihan anggota Senat.
Namun setelah pulang dari Hong Kong pada Senin (11/3/2025), dia ditangkap Interpol di bandara Manila. ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Duterte atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perang terhadap kejahatan narkoba.
Penangkapan terhadap Duterte tak lepas dari izin oleh Marcos Jr. Awalnya, Marcos enggan mengeluarkan izin penangkapan Duterte dengan alasan permasalahan tersebut merupakan urusan dalam negeri Filipina. Namun sejak konflik dua keluarga memanas, sikapnya berubah drastis.
Ketegangan juga meningkat sejak Februari 2025 setelah Sara dimakzulkan atas tuduhan mengancan akan membunuh Marcos. Selain itu Sara juga dituduh menyalahgunakan dana publik senilai jutaan dolar AS. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait