Sentimen Pasar Pekan Ini, Pembagian Dividen Dan Rilis Data Inflasi

Aldo Fernando - Riset
Simak! Sentimen Pasar Pekan Ini, Pembagian Dividen sampai Data Inflasi. (Foto: MNC Media)

JAKARTA, iNewsSerpong.id – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses rebound dan kembali ke level psikologis 7.000 pada pekan lalu di tengah fluktuasi yang tinggi.

Sepanjang pekan ini, jadwal pembagian dividen hingga rilis data inflasi RI akan menjadi sentimen yang dicermati oleh pelaku pasar.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menguat 1,54% sepanjang pekan lalu dengan ditutup di level 7.026,25 pada perdagangan Jumat (27/5/2022).

Menguatnya kembali IHSG pada minggu lalu diiringi oleh aksi beli bersih (net buy) oleh asing sebesar Rp 1,9 triliun di pasar reguler, terutama di saham-saham utama (big caps).

Sentimen Pekan Ini

Dari eksternal, menguatnya indeks saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street sepanjang pekan lalu, termasuk Jumat (27/5) waktu setempat, bisa menjadi katalis positif untuk pasar saham domestik.

Teranyar, tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup menguat pada Jumat. Indeks Dow Jones naik 1,76%, S&P melesat 2,47%, dan indeks sarat saham teknologi Nasdaq melejit 3,33%.

Selama sepekan, ketiga indeks tersebut juga menorehkan kinerja positif. Dow Jones naik 4,18%, S&P 500 menguat 4,64%, dan Nasdaq melompat 5,17%.

Sebagaimana diwartakan IDXChannel sebelumnya, berita buruk tampaknya sekali lagi menjadi kabar baik di Wall Street sepekan kemarin.

Ini karena tanda-tanda melambatnya pertumbuhan di AS berharap Federal Reserve mungkin tidak perlu memperketat kebijakan suku bunga sebanyak yang diperkirakan sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah meningkatkan risiko keuntungan perusahaan yang lebih lemah, secara teori membuka jalan bagi harga saham yang lebih lemah.

Beberapa bank Wall Street dalam beberapa pekan terakhir memperingatkan bahwa kemungkinan resesi AS meningkat, bersama dengan kemungkinan peningkatan lingkungan pertumbuhan rendah dan inflasi tinggi yang dikenal sebagai stagflasi.

Namun, dalam waktu dekat, beberapa investor percaya perlambatan yang baru terjadi dapat mendukung kasus bagi The Fed untuk menarik kembali kemiringan kebijakan moneter agresif yang telah membuat investor bingung dan membantu mendorong indeks S&P 500 ke puncak 20% penurunan yang banyak disebut pasar bearish.

"Sangat jelas bahwa semua orang di The Fed setuju untuk 50 basis poin (kenaikan suku bunga) untuk dua pertemuan berikutnya. Tetapi setelah itu, tidak jelas apa yang mereka lakukan, dan jika ada perlambatan tajam dalam pertumbuhan, mereka mungkin bisa menunggu sebentar," kata Anwiti Bahuguna, manajer portofolio senior dan kepala strategi multi-aset di Columbia Threadneedle Investments.

Menurut ahli strategi BofA kata dalam sebuah catatan, kekhawatiran atas dampak suku bunga yang lebih tinggi pada saat inflasi mungkin telah memuncak kemungkinan akan berarti bank sentral akan menghentikan pengetatannya pada bulan September, meninggalkan suku bunga acuan semalam di kisaran 1,75% hingga 2% jika kondisi keuangan memburuk.

Sementara menurut CME, ekspektasi hawkishness Fed telah mereda, dengan investor sekarang memperkirakan probabilitas 35% bahwa suku bunga dana Fed akan berada di antara 2,25% dan 2,50% setelah pertemuan September, turun dari probabilitas 50% seminggu yang lalu.

The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin tahun ini. Risalah dari pertemuan terakhir bank sentral menunjukkan para pejabat bergulat dengan cara terbaik untuk menavigasi ekonomi menuju inflasi yang lebih rendah tanpa menyebabkan resesi atau mendorong tingkat pengangguran secara substansial lebih tinggi.

Sejumlah rilis data ekonomi di beberapa negara juga akan menjadi perhatian investor. Misalnya, laju inflasi Jerman per Mei (rilis hari ini 19.00 WIB); laju inflasi Prancis, Italia dan Uni Eropa (31 Mei).

Kemudian, PMI manufaktur AS (1 Juni), pembukaan pekerjaan AS (1 Juni), hingga data ketenagakerjaan AS (2 Juni).

Sentimen Domestik

Dari sisi domestik, musim pembagian dividen emiten masih berlangsung. Ini bisa menjadi sentimen positif bagi sejumlah saham di BEI, termasuk IHSG secara umum.

Setidaknya, ada 11 emiten yang sudah mengeluarkan jadwal cum date (batas terakhir seorang investor berhak mendapatkan dividen) sepanjang pekan ini.

Sebut saja, emiten pemilik gerai Pizza Hut (PZZA) pada hari ini (30 Mei), Bank Permata/BNLI pada hari ini, ritel Ramayana/RALS (31 Mei), emiten tambang Bukit Asam/PTBA (3 Juni), sampai emiten sawit TAPG (3 Juni).

Di samping pembagian dividen, investor juga akan mencermati rilis data inflasi selama Mei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis pekan ini (2 Juni).

Inflasi menjadi salah satu indikator ekonomi makro yang terus dipelototi pelaku pasar karena merupakan acuan Bank Indonesia (BI) untuk menahan atau menaikkan suku bunga.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengklaim bahwa Inflasi terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2022 tercatat inflasi sebesar 0,95%(mtm). 

"Secara tahunan, inflasi IHK April 2022 tercatat 3,47% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,64% (yoy), seiring dengan peningkatan harga komoditas global, mobilitas masyarakat, dan pola musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN)," ujar Perry secara virtual di Jakarta, Selasa(24/5/2022).

 Dia menyebutkan, BI terus mewaspadai dampaknya terhadap peningkatan ekspektasi inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya stabilitas inflasi ke depan. 

"BI akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya yaitu 3,0%±1%," pungkasnya. 

Sementara, Direktur MNC AM, Edwin Sebayang memproyeksikan IHSG bisa menyentuh level 7.600 pada 2022, sembari menyinggung soal inflasi RI.

“Saya optimis IHSG pada 2022 ini bisa menyentuh 7600. Indonesia mendapat windfall dari kenaikan harga komoditas. Selama inflasi tidak melebih 4-4,5%, Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga sehingga GDP bisa mencapai 5,4%. Untuk itu alangkah baiknya Bapak/Ibu bisa menambah bobot pada reksa dana ekuitas, money market atau fix income”, jelas Edwin dalam webinar market outlook 2022 dengan tema “The End of May's Myth and Navigate Shifting Market in Fed Policy”, Jumat (27/5).(*)

 

Editor : A.R Bacho

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network