Hadis ini dijelaskan oleh seorang tabib dan ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah. Beliau menekankan perlunya dosis dan sesuai dengan penyakitnya (indikasi). Beliau rahimahullah berkata,
وفي تكرار سقيه للعسل معنىً طبي بديع وهو: أن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب حال الداء
“Memberikan minum madu dengan berulang kali menunjukkan tentang ilmu kedokteran, bahwa obat itu harus sesuai dengan dosis dan jumlahnya sesuai dengan keadaan penyakitnya.” (Thibbun Nabawi, hal. 29, Darul Hilal)
Demikian juga penjelasan dari Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan lebih rinci bahwa obat itu harus sesuai dosisnya berdasarkan umur, kebiasaan, dan kombinasinya dengan apa saja, dan lain-lainnya. Beliau rahimahullah berkata,
فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر
“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan, dan daya tahan fisik karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit. Jika dosisnya berkurang, maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih, dapat menimbulkan bahaya yang lain.” (Fathul Baari, 10: 169-170, Darul Ma’rifah)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta