MOSKOW, iNewsSerpong.id - Rusia membantah tuduhan keterlibatan Presiden Vladimir Putin dalam penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17 pada Juli 2014 yang menewaskan 298 orang. Temuan penyelidik internasional, sebagaimana diungkap dalam pernyataan di Den Haag, Belanda, Rabu lalu, ada indikasi kuat keterlibatan Putin dalam insiden tersebut.
Peyelidik menyatakan, Putin menyetujui penggunaan rudal BUK untuk menembak jatuh pesawat saat melintas di wilayah udara Ukraina saat itu. Mereka membuat kesimpulan dugaan keterlibatan Putin berdasarkan percakapan telepon yang disadap. Meski demikian bukti keterlibatan langsung Putin atau pejabat Rusia lainnya belum cukup untuk menyeret mereka ke pengadilan pidana.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Rusia tidak bisa menerima hasil penyelidikan karena jelas-jelas tidak dilibatkan dalam penyelidikan.
Selain itu, lanjut dia, penyidik tak memberikan bukti pendukung secara terbuka.
"Kami tahu rekaman panggilan telepon dirilis, di mana tidak ada sepatah kata pun mengungkap tentang senjata. Bahkan dengan asumsi percakapan ini nyata, tidak ada satu kata pun membahas senjata," kata Peskov, dikutip dari Reuters, Kamis (9/2/2023).
Saat disinggung temuan Putin menyetujui pengiriman rudal BUK ke separatis pro-Rusia di Ukraina, Peskov menegaskan kembali pihaknya tak dilibatkan dalam penyelidikan.
"Jadi kami tidak bisa menerima hasil ini," ujarnya.
Pesawat MH17 ditembak jatuh menggunakan rudal BUK dalam penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada 17 Juli 2014. Serangan itu menewaskan 298 penumpang dan kru, sebanyak 196 di antaranya warga Belanda.
Wilayah penembakan pesawat dikuasasi oleh kelompok separatis Ukraina yang didukung Rusia. Mereka berperang melawan tentara Ukraina di Donbass.
Penyelidikan kasus MH17 digagas Belanda, Australia, Belgia, Ukraina, dan Malaysia. Mereka membentuk tim untuk mencari siapa yang harus bertanggung jawab atas insiden tersebut. Mereka mengumpulkan bukti untuk menyeret orang bertanggung jawab menghadapi tuntutan pidana.
Pada November 2022, pengadilan Belanda menghukum dua mantan agen intelijen Rusia dan seorang pemimpin separatis Ukraina secara in absentia atas tuduhan pembunuhan. Mereka dituduh membantu pengaturan rudal yang digunakan untuk menembak jatuh pesawat. (*)
Editor : Syahrir Rasyid