Hanung Bramantyo dan Mona Ratuliu Apresiasi Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan

JAKARTA, iNews.serpong.id— Sutradara Hanung Bramantyo mengaku sejak masih di bangku Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) memiliki nilai akademik kurang baik. Kondisi itu membuat ia tidak menembus masuk ke sekolah negeri yang menetapkan nilai evaluasi belajar tahap akhir nasional (Ebtanas) murni (NEM) tinggi sebagai syarat masuk penerimaan siswa baru. Praktis, sejak SD hingga SMA dia selalu menimba ilmu di sekolah swasta.
Setiap lebaran, kata dia—seperti disampaikan melalui siaran pers—, kalau ketemu saudara, terutama bertemu pakdenya yang jadi dekan di UGM, kalau ditanya sekolah di mana, dia bilang SD atau SMP 3. Setahu pakde dan saudaranya, sekolah yang pakai nomor itu negeri. “Padahal saya SD dan SMP 03 Muhammadiyah, sekolah swasta bukan sekolah negeri. Bayangkan, sudah sejak SD di usia sekecil itu saya berbohong. Ibu saya yang tahu kemudian meluruskan," ujar Hanung dalam Talkshow Komitmen Bersama Bunda PAUD Mendukung Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan di Jakarta, Selasa (6/6).
Hanung menyambut baik serta memberi apresiasi kepada Kemendikbudristek yang membuat kebijakan besar dengan Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. "Sepertinya mau nangis saya jika ingat dulu, saya sekolah yang benci sekali dengan calistung (baca tulis hitung). Ternyata baru sekarang saya tahu hal ini karena pendidikan zaman saya dulu tidak tepat dilakukan sehingga banyak anak menjadikan calistung hal yang tidak disukai, termasuk saya," ujarnya.
Dia mengakui, sejak kecil lemah terhadap mata pelajaran ilmu-ilmu dasar seperti matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun dia sangat menyukai sastra dan filsafat. "Bayangkan, saat anak di usia SMA senang nonton film Catatan Si Boy, saya malah mengejek mereka anak kapitalis. Bacaan saya saat itu Nietze, Karl Marx, IIvan Irlich, dan buku filsafat," ujarnya.
Kecintaan Hanung terhadap dunia seni peran dirasakan sejak masih belia. Hanung sangat menyukai dunia teater. Hal itu dinyatakan Hanung dalam status sosial medianya. “Pas awal masuk SMA, aku bilang sama bapak, ‘aku mau pindah sekolah. Di sekolahku sekarang ngak ada ekskul teater.' Sambil tiduran nonton TV, bapak bilang, ‘Cah Pekok (bocah cemen)! Kalo ndak ada ekskul yang kamu suka, bikin sendiri. Ajak temen-temenmu. Jangan manja. Jangan jadi orang cuma bergantung fasilitas!,” dia mengenang.
Enam bulan kemudian ekskul teater berdiri. Dia bersyukur masih sempat menunjukkan prestasi ke kepala sekolah. “Sampe sekarang, nasehat bapak selalu terngiang. Nasehat yang ngingetin aku buat selalu mencipta, bukan sekadar nikmatin fasilitas,” ujarnya. “Di atas pusara bapak aku cuma bisa bilang, ‘Matur nuwun, bapak.”
Mona Ratuliu juga memberikan apresiasi kepada Kemendikbudristek karena secara tegas melarang seluruh satuan pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia melakukan tes calistung dalam penerimaan siswa baru. "Pengalaman saya sebagai ibu yang punya anak PAUD yang ingin anaknya sekolah di SD terbaik akhirnya memaksa anak untuk belajar keras menguasai calistung. Kadang anak sampai nangis karena dipaksa bisa berhitung," ujar artis ibu tiga anak ini.
Dia bersyukur sekarang orang tua tidak perlu cemas lagi. Ternyata mendidik anak dengan memaksa, mendrill disertai mengomel itu tidak diperbolehkan. “Beruntung siswa serta sekolah sekarang yang semakin baik semoga Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan ini dapat menjadi pintu gerbang bagi terciptanya generasi emas anak Indonesia ke depan," tutur Mona. (*)
Editor : Burhan