JAKARTA, iNewsSerpong.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu proporsional terbuka tetap diberlakukan setelah uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
"Dinyatakan menolak seluruh permohonan para pemohon," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada hari Kamis (15/6/2023).
Gugatan uji materi ini diajukan pada tanggal 14 November 2022. Enam orang mengajukan gugatan terhadap UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka, yaitu Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (warga Jagakarsa), Ibnu Rachman Jaya (warga Pekalongan), Riyanto (warga Depok), dan Nono Marijono (warga Depok).
Uji materi dilakukan terhadap Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 2, Pasal 386 ayat 2, Pasal 420 huruf c, dan huruf d yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang menampilkan nama dan nomor urut calon legislatif di kertas suara. Sementara itu, sistem proporsional tertutup hanya memungkinkan pemilih mencoblos gambar partai.
Menurut hakim, sistem pemilu apapun memiliki potensi praktik politik uang. Misalnya, pada sistem proporsional tertutup, praktik politik uang dapat terjadi antara elite partai politik dan calon legislatif yang berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan nomor urut tertentu.
Di sisi lain, pada sistem proporsional terbuka, terdapat peluang politik uang di mana calon legislatif dengan sumber finansial yang cukup besar dapat mempengaruhi pemilih. Namun, hakim juga menekankan bahwa praktik politik uang tidak dapat diterima dalam bentuk apapun.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta