JAKARTA, iNews.Serpong.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan (pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan, mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es.
Dwikorita mengatakan arah angin bertiup sangat bervariasi sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya. Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Dia menyebut awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh di saat pagi menjelang siang dengan ciri-ciri seperti bunga kol, warnanya keabu-abuan dengan tepian yang jelas. Namun, menjelang sore, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.
“Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati,” tuturnya, dikutip Senin, (28/10/2023).
Dwikorita mengatakan BMKG memprediksi awal musim hujan 2023/2024 umumnya akan terjadi pada bulan Oktober-Desember 2023, sebanyak 477 zona musim (ZOM) atau 68,2 persen. Puncak musim penghujan umumnya diprakirakan pada bulan Januari-Februari 2024, sebanyak 385 ZOM (55,1 persen).
Dibandingkan dengan kondisi normal, awal musim hujan 2023/2024 pada 699 ZOM di Indonesia diprediksikan mundur sebanyak 446 ZOM (64 persen), sama 56 ZOM (8 persen), dan maju 22 ZOM (3 persen). Sementara 50 ZOM (7 persen) sudah masuk musim hujan, 12 ZOM (2 persen) dengan musim hujan sepanjang 2023, dan 113 ZOM (16 persen) dengan tipe 1 musim sepanjang tahun. Sifat hujan pada periode musim hujan 2023/2024 diprakirakan normal 566 ZOM (80,9 persen), atas normal sebanyak 69 ZOM (9,9 persen), dan bawah normal 64 ZOM (9,2 persen).
Selain kepada masyarakat, Dwikorita juga meminta kementerian/lembaga, pemeritah daerah, dan institusi terkait untuk melakukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis selama musim hujan, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim hujan atas normal (lebih basah dibanding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana banjir dan tanah longsor.
Pemerintah daerah juga diharapkan dapat lebih optimal dalam mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang mungkin terjadi selama musim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini. “Pemerintah daerah dan sektor terkait juga diharapkan dapat menjadikan informasi prakiraan musim hujan 2023/2024 ini sebagai acuan untuk menyusun rencana aksi dini dalam rangka menekan kerugian yang dapat ditimbulkan adanya bencana hidrometeorologis,” tuturnya. (*)
Editor : Burhan