Para ahli tidak tahu persis kapan bawang putih pertama kali digunakan dalam makanan. Namun, bukti historis lain menyebutkan bahwa bangsa Sumeria telah menggunakan bawang putih sebagai obat sejak lebih dari 2600 tahun SM.
Sekumpulan manuskrip tua berbahan daun lontar yang ditulis lebih dari 1500 tahun SM menegaskan bahwa bangsa Mesir kuno sangat mengandalkan bawang putih dalam dunia pengobatan.
Pada abad pertengahan, bawang putih disebarluaskan ke daratan Eropa dan mulai digunakan untuk mengobati penyakit pes (sampar) dan penyakit jantung.
Selama beberapa abad, bawang putih digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati sejumlah penyakit infeksi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir bawang putih semakin dikenal luas karena kemampuannya mengatasi penyakit kanker dan jantung.
Bawang putih mengandung lebih dari 100 unsur kimiawi. Dan kandungannya yang terpenting adalah zat alisin, yaitu satu jenis asam amino yang mengandung sulfur.
Namun, zat ini tidak terdapat pada bawang putih yang masih segar, baru terbentuk secara bertahap bersama unsur lainnya ketika dirajang ataupun ditumbuk.
Para peneliti meyakini bahwa zat alisin itulah yang bertanggung jawab bagi efektivitas senyawa biologis yang terdapat pada bawang putih, sebagaimana para juru masak memahami bahwa zat itu pula yang menciptakan bau menyengat yang keluar dari bawang putih.
Bawang putih yang banyak digunakan sebagai unsur obat diolah menjadi bentuk tablet, dan beberapa unsur lainnya menggunakan olahan berbentuk ekstrak minyak bawang putih. Bawang putih olahan tablet umumnya mengandung kadar zat alisin yang terbatas.
Riset-riset laboratorium selama ini lebih diarahkan untuk meneliti bawang putih yang sudah diolah dalam bentuk serbuk, karena serbuk itulah yang dianggap paling efektif sebagai unsur obat. (*)
Editor : Syahrir Rasyid