JAKARTA, iNewsSerpong.id - Sudah sering kali Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat rapat berlangsung, mengusir pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peristiwa terbaru adalah pengusiran Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim.
Tercatat ada sejumlah petinggi perusahaan pelat merah yang pernah mengalami hal serupa. MNC Portal Indonesia merangkum sejumlah petinggi BUMN yang pernah diusir DPR saat rapat berlangsung.
1. Silmy Karim
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim diusir dari ruangan sidang oleh Komisi VII DPR RI. Kejadian itu terjadi saat manajemen KRAS dan Komisi tengah membahas proyek blast furnace hingga produksi baja dalam rapat dengar pendapat (RDP), Senin (14/2/2022).
"Anda tolong hormati persidangan ini, ada teknis persidangan, kok kayak Anda tidak pernah menghargai Komisi. Kalau sekiranya Anda gak bisa, mungkin di sini, silahkan Anda keluar," ujar Wakil Ketua Komisi VII, Bambang, dikutip Selasa (15/2/2022).
Kejadian bermula saat pimpinan sidang Bambang mengomentari proyek blast furnace hingga produksi baja setelah pemaparan Silmy Karim dalam forum RDP. Dalam kesempatan itu, Bambang menilai, langkah penutupan proyek Blast Furnace yang dinilai memunculkan sejumlah persoalan tidak sejalan dengan misi KRAS untuk meningkatkan produksi baja dalam negeri.
"Jadi, tadi bilang dihentikan, tapi ada yang unik nih. Ini udah kayak dagelan aja nih pagi-pagi. Pak Dirut bilang untung, uda jelas jelas bahwa Blast Furnace ini salah satu yang sudah beroperasi di sini dan diakui sejak 11 Juli 2019," kata Bambang.
2. Orias Petrus Moedak
Pada 2020 lalu, Orias yang menjabat sebagai Direktur Utama MIND ID juga pernah diusir Komisi VII DPR saat rapat dengar pendapat (RDP) tengah berlangsung. Saat itu, Anggota Komisi Mihammad Nasir meminta penjelasan pelunasan utang MIND ID yang jatuh tempo 30 tahun hingga keputusan akuisisi Freeport.
Hanya saja, permintaan itu tidak dijelaskan secara detail oleh Orias. Dia pun berjanji akan memberikan penjelasan secara komprensif. Namun, jawaban itu justru membuat Nasir geram. Diapun meminta Orias meninggalkan ruas sidang.
"Kalau bapak sekali lagi gini saya suruh bapak keluar ruangan ini," kata Nasir. Permintaan itu ditanggapi Orias dengan pengajuan izin meninggalkan ruang sidang. "Kalau bapak suruh keluar, izin pimpinan saya keluar," timpal Orias.
3. Nur Pamudji
Kejadian serupa terjadi bagi Direktur Utama PT PLN (Persero) yang saat itu dijabat oleh Nur Pamudji. Pada 2012 lalu, dia diundang Komisi VII DPR agar rapat bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM. Meski diundang, Pamudji tidak diizinkan mengikuti rapat.
Padahal, menurut pengakuan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso saat itu, pihaknya memang mengundang secara resmi direksi PLN untuk mendatangi rapat tersebut. "Memang direksi PLN datang atas undangan resmi DPR. Tetapi kan rapat mengatakan bahwa dia dipandang tidak diperlukan, karena yang diperlukan pandangan pemerintah lewat menteri-menterinya," tutur Priyo kepada wartawan di DPR.
Priyo yang juga wakil DPR ini, tidak sepakat jika direksi PLN tersebut dikatakan telah dikeluarkan dari forum. Karena dia memiliki undangan resmi. "Komisi VII menyarankan tidak diperlukan direksi PLN. Yang diperlukan pemerintah. Akhirnya tadi dipersilakan direksi PLN di luar dulu," imbuhnya.
Menurutnya, undangan tersebut hanyalah undangan untuk mendengarkan saja. "Dia diundang hanya untuk mendengarkan. Ternyata tetap tak disetujui Komisi VII. Saya pikir ini cukup diwakili oleh tiga Menteri," pungkasnya.
4. Ismed Hasan Putro
Pada 2013 lalu, Komisi VI DPR RI mengusir Dirut PT RNI (Persero) yang dijabat oleh Ismed Hasan Putro. Hal tersebut karena Komisi VI mendengar Ismed yang pernah melaporkan masalah pemalakan yang dilakukan DPR. Komisi VI bertubi-tubi menanyakan pertanyaan kepada Ismed tentang kasus pemerasan tersebut.
Sampai salah satu anggota mendengarkan rekaman wawancara Ismed dengan salah satu stasiun TV. Dalam rekaman tersebut, Ismed mengatakan terjadi pemalakan Hingga Rp1 miliar. "Saya tidak menyebut komisi tertentu, pertanggungjawaban saya sudah saya klarifikasi dan disimpulkan oleh Badan Kehormatan. Saya sampaikan ke dewan kehormatan, bukan Komisi VI," ujar Ismed.
Salah satu Anggota Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijna mengaku, dirinya belum pernah melakukan pemalakan selama dirinya menjabat. Oleh sebab itu dirinya geram mendengar ucapan Ismed. "Kita buka sekarang, komisi berapa itu (yang lakukan pemalakan). Kita buka sekarang depan publik. Saya tidak pernah menerima apa apa, saya komisi VI. Tidak pernah ada itu (pemalakan) dari 2004-2009. DPR-nya siapa bukan sekarang," ujar Azam.
5. Diding S. Anwar
Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) Diding S. Anwar diusir dari ruang rapat karena dianggap tak membawa data lengkap untuk keperluan rapat pada 2012 lalu. Peristiwa itu bermula saat rapat dimulai pukul 10.30 WIB, Kamis 16 Februari 2012 lalu.
Awalnya rapat berlangsung normal, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis membuka rapat untuk mendengarkan suara dari BUMN asuransi yang hadir yakni Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga dan Dirut Jasa Raharja.
Agendanya penjelasan soal kinerja dan permasalahan yang dihadapi BUMN tersebut. Tiba giliran Diding menjelaskan soal tugas pokok Jasa Raharja kepada para anggota Komisi XI. Belum lama Diding menjelaskan, Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait langsung melakukan interupsi.
"Apakah Jasa Raharja sudah siap menyampaikan soal investasi dan dana yang dihimpun dari masyarakat?" kata Maruarar pada rapat yang dilakukan di Gedung DPR itu. Menurut Maruarar, Jasa Raharja kurang siap melakukan rapat.
"Jamsostek siap dalam menyampaikan data termasuk tentang portofolio secara lengkap dan tertulis. Saya tegaskan lagi, kalau tidak siap bilang tidak siap, sehingga hasilnya bagus. Kalau dipaksakan jadi tidak bagus," tutur Maruarar. (*)
Editor : Syahrir Rasyid