JAKARTA, iNews.id - Pemerintah diminta bersikap adil dan konsisten terkait pemberian "karpet merah" kepada Starlink. Hal itu ditegaskan Anggota Komisi VI DPR RI, Dr. Evita Nursanty.
Evita khawatir jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan regulasi yang adil, dalam dua-tiga tahun ke depan perusahaan telekomunikasi dan internet di Indonesia berpotensi bangkrut, dan negara bisa kehilangan kontrol atas infrastruktur komunikasinya.
“Saya harap pemerintah mendengar juga suara operator dalam negeri yang selama ini telah berpartisipasi dalam pembangunan telekomunikasi dan internet di Indonesia. Berikan mereka equal playing field dengan keadilan dalam pemberlakuan pemenuhan kewajiban masing-masing,” kata Evita, politisi PDI Perjuangan ini.
Sambutan Hangat
Evita menyatakan heran dengan sambutan hangat yang diberikan kepada Elon Musk, sementara Indonesia memiliki program satelit sendiri dan sedang menjalani transformasi digital. Meskipun diupayakan untuk berinvestasi di Indonesia, Musk lebih memilih negara lain untuk investasi Tesla.
Menurut Evita, Starlink harus memenuhi berbagai kewajiban yang sama seperti perusahaan internet lainnya di Indonesia, termasuk pendirian badan usaha yang berkedudukan di Indonesia, pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pengelolaan interferensi, penerapan kebijakan perpajakan dan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemenuhan Quality of Service (QoS), serta perlindungan dan keamanan data.
Evita mengingatkan bahwa regulasi yang tidak cukup ketat dapat menyulitkan operator telekomunikasi lokal untuk bersaing dengan perusahaan asing yang memiliki sumber daya besar, menciptakan persaingan yang tidak seimbang.
Jika biaya langganan Starlink turun drastis, operator lokal mungkin kesulitan bersaing dalam hal harga layanan internet, yang dapat mengarah pada penurunan jumlah pelanggan.
Ancaman-ancaman ini dapat berdampak negatif terhadap operator lokal di Indonesia, baik dari segi pendapatan, penetrasi pasar, maupun posisi bersaing dalam industri telekomunikasi domestik.
"Karena itu, perlu ada regulasi yang jelas, kerjasama dengan pemangku kepentingan, dan strategi bisnis yang adaptif. Jika tidak segera diatur, dalam dua atau tiga tahun ke depan, semua perusahaan telekomunikasi dan internet di Indonesia bisa bangkrut,” ujar Evita.
Evita juga menyoroti bahwa ketergantungan pada layanan internet satelit seperti Starlink yang dioperasikan oleh perusahaan asing dapat mengakibatkan negara kehilangan kontrol langsung atas infrastruktur komunikasi.
Hal ini bisa membatasi kemampuan pemerintah dalam mengambil tindakan darurat atau koordinasi dalam situasi konflik, dan memungkinkan campur tangan asing dalam operasional komunikasi. (*)
Editor : Syahrir Rasyid