JAKARTA, iNewsSerpong.id - Tempat angker merupakan tempat yang kerap dikaitkan dengan kisah horor atau kejadian mistis yang terjadi suatu lokasi.Terlepas dari benar atau tidaknya hal tersebut, tempat angker banyak ditakuti oleh masyarakat.
Di kawasan Jakarta Barat terdapat beberapa tempat angker, seperti berikut ini:
1. Toko Merah
Salah satu tempat yang dianggap angker di Jakarta Barat, tepatnya di kawasan Kota Tua, adalah Toko Merah. Bangunan itu didirikan oleh Gubernur Jenderal VOC Baron Von Imhoff pada tahun 1730 sebagai rumah tinggalnya.
Wilayah sekitar Toko Merah merupakan daerah elite pusat Kota Batavia dulu. Kini bangunan Toko Merah merupakan salah satu cagar budaya Indonesia, ditetapkan pada 29 Maret 1993.Nama Toko Merah diambil dari warna gedungnya. Warna merah hati terlihat jelas di permukaan tembok batu bata tanpa plester di bagian depan gedung.
Menurut sejarah, bangunan ini dulu pernah dijadikan tempat pembantaian orang Tionghoa dan mayat-mayatnya bertebaran di sekitar kali sehingga membuat air kali berwarna merah. Cerita-cerita mistis pun beredar mengenai bangunan ini.
Seorang pekerja di kawasan Kota Tua menceritakan bahwa ia pernah melihat sesosok wanita bergaun putih dengan rambut panjang tergerai. Sosok tersebut muncul tiba-tiba di salah satu jendela gedung.
Kejadian lain dialami seorang pedagang di dekat Toko Merah yang mengaku mendengar suara tangisan dan tertawaan seorang perempan dari dalam gedung. Ia juga pernah melihat sosok bayangan berwujud perempuan mengenakan gaun putih panjang hingga menyapu lantai.
2. Villa Andries Hartsinck (Gedong Tinggi)
Bangunan Gedong Tinggi yang dibangun dengan gaya Eropa merupakan peninggalan kolonial Belanda. Gedung ini memiliki dua lantai. Lantai satu merupakan wilayah yang paling luas, sedangkan lantai dua dibiarkan kosong karena sudah rapuh.
Saat ini bangunan tersebut berubah fungsi menjadi Polsek Palmerah, Polres Metro Jakarta Barat. Beberapa anggota polisi di sana kerap diganggu oleh sejumlah penunggu dengan wujud wanita berpakaian putih seperti noni Belanda.
Bahkan beberapa polisi yang tidur saat piket malam seringmengalami kejadian aneh, seperti dilempari, lampu yang nyala dan mati, serta mendengar suara-suara. Untuk mengurangi kesan angker, lampu-lampu yang ada di semua ruangan tidak pernah dimatikan. Semua sisi ruangan yang terdapat jendela juga dibuka, sekaligus untuk sirkulasi udara.
3. Kali Angke
Kali Angke masuk wilayah Jakarta Barat dengan hulu berada di Tangerang Selatan, Banten. Pada zaman kolonial Belanda, lokasi ini menjadi salah satu tempat peristiwa pembunuhan etnis Tionghoa di Indonesia.
Pembantaian terjadi pada tahun 1740, berawal dari peristiwa bangkrutnya pabrik-pabrik gula di Batavia. Gula dari Batavia itu kalah saing dengan gula Malabar (India). Ribuan karyawan perkebunan dan pabrik gula yang merupakan etnis Tionghoa pun banyak yang dipecat.
Hal itu menyebabkan terjadinya pengangguran dan banyak yang menjadi pelaku kriminal. Gubernur Batavia saat itu lantas membatasi warga Tionghoa karena angka kriminalitas yang tinggi.
Aksi razia dilakukan dan warga yang tidak punya surat izin tinggal atau usaha ditangkap. Kemudian pemerintah Belanda mengeluarkan perintah membunuh orang-orang Tionghoa. Pembantaian itu terjadi di Kali Angke. Dulu kali itu berwarna merah karena bercampur darah-darah warga Tionghoa yang menjadi korban.
Hingga kini, Kali Angke terkenal akan kisah mistisnya karena di setiap tahun selalu ada mayat yang ditemukan. Biasanya sebelum ada kejadian orang tenggelam, konon ada penampakan buaya putih yang menjadi pertanda akan adanya orang tenggelam. Kali Angke memiliki kedalaman 5-6 meter yang memiliki arus kuat.
4. Rumah Candra Naya
Rumah Candra Naya sering dikaitkan dengan mistis. Diapit apartemen dan hotel mewah, bangunan ini terletak di Jalan Gajah Mada Nomor 188 Jakarta Barat. Rumah Candra Naya dianggap angker karena ada rumor yang berkembang saat pembangunan hotel di kawasan tersebut.
Rumornya rumah ini tak bisa dirobohkan dan penunggunya kerap mengganggu pembangunan. Rumah ini merupakan saksi bisu sejarah Tionghoa Indonesia, khususnya di Jakarta.
Bangunan oriental ini merupakan peninggalan Mayor Khouw Kim An, petinggi di zaman Hindia Belanda. Candra Naya juga merupakan pusat kegiatan Tionghoa Batavia. Saat ini Candra Naya berada di bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. (*)
Editor : Syahrir Rasyid