Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.
BULAN RAJAB adalah bulan dimana Allah Ta’ala menurunkan perintah shalat lima waktu dalam sehari semalam bagi seluruh umat Islam. Begitu istimewanya shalat, sehingga perintahnya pun disampaikan secara langsung oleh Allah Ta’ala tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril.
Peristiwa itu terjadi pada saat Baginda Rasulullah SAW diperjalankan oleh Allah Ta’ala dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian dinaikkan hingga langit ketujuh pada suatu malam yang dikenal dengan peristiwa Isra Mi’raj. Allah SWT berfirman:
“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra [17]: 1).
Selain keistimewaan di atas, shalat juga merupakan ibadah yang Allah Ta’ala wajibkan kepada seluruh nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Qur’an kita dapat menjumpai banyak ayat yang membahas hal ini.
Salah satunya adalah perintah shalat kepada Nabi Musa AS sebagai berikut:
Ketika mendatanginya (tempat api), dia (Musa) dipanggil, “Wahai Musa. Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu, lepaskanlah kedua terompahmu karena sesungguhnya engkau berada di lembah suci, yaitu Tuwa. Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha [20]: 11 – 14).
Shalat Sebagai Bukti Penghambaan
Jika kita lihat di awal ayat ke-14 Allah Ta’ala mengajarkan tentang konsep tauhid, sebagai ajaran utama dari yang paling utama dalam Islam, kemudian di akhir ayat Allah Ta’ala mewajibkan shalat untuk didirikan.
Berdasarkan ayat di atas, kita dapat memahami bahwa makna shalat yang pertama merupakan bentuk pengakuan yang disertai dengan keyakinan dan pembuktian penghambaan seseorang terhadap Allah Ta’ala.
Shalat merupakan pemisah atau pembeda antara seorang muslim dengan kesyirikan serta kekafiran. Hal ini disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW melalui sabdanya: “(Pembatas)antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim).
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Shalat Adalah Dzikir
Masih berdasarkan ayat ke-14 surat Thaha di atas, dalam tafsir as-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan bahwa mengingat nama Allah adalah tujuan yang paling agung, yang dengannya hati menghambakan diri kepada Allah semata. Dengan itu pula, kebahagiaan dapat digapai.
Hati yang kosong dari mengingat Allah, niscaya akan menjadi kosong dari segala kebaikan dan mengalami kerusakan yang parah. Oleh karenanya, makna shalat yang kedua adalah dzikir (mengingat) Allah Ta’ala, yang dengannya hati menjadi tenang.
Jika kita berdzikir (mengingat) Allah, maka Allah pun akan mengingat kita. Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat ke-152, Allah Ta’ala berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Shalat Adalah Do’a Dan Penolong
Bacaan di dalam shalat adalah rangkaian do’a demi do’a yang disampaikan dari awal hingga akhir sholat. Oleh karena itu, shalat merupakan do’a sekaligus media terbaik untuk memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45 – 46).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud bahwa Baginda Rasulullah SAW apabila mengalami masalah yang serius, beliau segera melakukan shalat.
Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman: “Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
Shalat Adalah Ciri Orang Bertakwa
Konsisten menegakkan shalat meerupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Konsisten menegakkan shalat juga salah satu persyaratan yang harus dimiliki seseorang jika ingin mendapatkan petunjuk dari mempelajari Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
“Kitab (Al-Qur’an) itu tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2 – 3).
Shalat merupakan do’a sekaligus media terbaik untuk memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. (Foto: Ist)
Namun demikian, shalat juga merupakan pembeda antar kufur dan iman. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Baginda Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.”
Shalat Adalah Pencegah Perbuatan Keji Dan Munkar
Shalat yang dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran akan menanamkan nilai-nilai kebaikan pada diri seseorang. Dengan nilai-nilai kebaikan dari shalat itu, seseorang jadi terhindar dari perbuatan keji dan munkar.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Bacalah Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45).
Berdasarkan ayat di atas maka sejatinya jika seseorang mendirikan shalat sesuai dengan syarat, rukun, dan ketentuan-ketentuan lainnya, maka shalat dapat mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar. Shalat dapat menyebabkan pelakunya selamat di dunia dan di akhirat.
Shalat Adalah Penentu Kebaikan
Selanjutnya, shalat merupakan penentu kebaikan amal seorang muslim, sehingga shalat merupakan amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat. Baginda Rasulullah SAW bersabdayang artinya:
“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (HR. Ath-Thabrani).
Begitu dahsyatnya shalat. Maka celakalah seorang muslim yang meninggalkan shalatnya. Apa yang mau dihisab nanti kalau shalatnya saja tidak ada? Yang rajin shalat saja, jika shalatnya jelek Baginda Rasulullah SAW masih menyebutnya sebagai orang yang celaka dan merugi.
Kualitas shalat ditentukan oleh kekhusyukan seseorang dalam mendirikan shalat. Shalat yang khusyuk menjadi penentu kebahagiaan atau keberuntungan hidup seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun [23]: 1 – 2).
Sayangnya, sering kali kita melaksanakan shalat hanyalah sekedar gerakan anggota badan, tanpa disertai dengan kehadiran hati dalam pelaksanaannya. Jika itu yang terjadi, maka setiap kali selesai menegakkan shalat, kita dianjurkan mengucapkan istighfar sebagai bentuk pengakuan, sekaligus permohonan ampun kepada Allah atas kekurangan dan ketidakkhusyukan shalat kita. (*)
Konsisten menegakkan shalat meerupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid