Jangan Terburu-buru Salahkan Guru, Ketegasan Guru Bentuk Karakter
OPINI: Oleh Syahrir Rasyid, Pimpinan Redaksi iNewsSerpong
“KALAU GURU itu keras, jangan-jangan anakmu yang nakal. Kalau anak nakal terus dibiarkan, dia tidak akan tumbuh menjadi orang baik”. Kalimat sederhana tetapi mengandung pesan yang dalam: ketegasan guru adalah bagian penting dari pendidikan karakter.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pesan yang menggugah itu pada puncak Hari Guru Nasional (HGN) 2025 di Indonesia Arena, Jakarta. Dengan nada tegas namun penuh kehangatan, beliau mengingatkan para orang tua untuk tidak mudah menyalahkan guru ketika anak ditegur.
Hari ini, fenomena murid melawan guru dan orangtua yang langsung marah ketika anak ditegur, semakin sering menghiasi media sosial. Kasus di Serang yang viral baru-baru ini menjadi contoh paling nyata.
Seorang murid ditegur karena melanggar aturan sekolah, tetapi orang tuanya justru balik memarahi guru hingga memicu perhatian luas di jagat maya.
Padahal, guru bukan sekadar profesi. Guru adalah fondasi peradaban. Bila guru tidak lagi dihormati, maka pendidikan kehilangan wibawa, dan masa depan anak pun terancam goyah.
Prabowo menekankan bahwa ketegasan bukanlah tindakan bermusuhan. Ia mengisahkan satu pengalaman saat menjabat Menteri Pertahanan. Kepala sekolah di bawah Kementerian Pertahanan pernah memberhentikan seorang murid karena membanting pintu dan membalas ucapan guru dengan kasar.
Baru setelah keputusan dibuat, kepala sekolah sadar bahwa anak itu merupakan anak seorang jenderal. Ia pun ragu. Namun Prabowo membela sang kepala sekolah tanpa ragu sedikit pun.
“Jangan ragu, suruh jenderalnya menghadap saya. Sampai sekarang tidak muncul juga,” tegasnya disambut tepuk tangan ribuan guru.
Pesan yang ingin disampaikan jelas: jabatan orang tua tidak boleh dijadikan alasan untuk anak bertindak semena-mena. Jika orangtuanya tokoh penting, maka anak justru harus lebih sopan, lebih tertib, dan lebih beradab.
Dalam pandangan Islam, guru berada pada posisi terhormat. Ulama dan para pendidik disebut sebagai pewaris para nabi, karena mereka memikul tugas membimbing umat, memperbaiki akhlak, dan menegakkan adab.
Maka ketika guru menegur anak, sejatinya ia sedang menjalankan amanah mulia untuk meluruskan perilaku.
Anak adalah titipan Allah. Orang tua memiliki tugas penting, tetapi mereka tidak mungkin hadir sepanjang waktu. Di sekolah, amanah itu diteruskan oleh guru. Itulah sebabnya guru adalah mitra, bukan lawan. Bila orang tua tidak percaya guru, pendidikan anak akan pincang.
Teguran guru bukanlah tanda kebencian. Justru di balik ketegasan, ada cinta yang ingin menuntun.
Karena itu, saat guru menegur anak, orang tua seharusnya tidak langsung naik pitam. Klarifikasi boleh, tetapi jangan berprasangka buruk. Bisa jadi memang anak yang perlu diarahkan.
Di era ketika semua orang mudah tersinggung, pesan Prabowo seperti alarm moral yang perlu didengar: Jika guru runtuh wibawanya, maka generasi akan tumbuh tanpa adab.
Peringatan Prabowo pada HGN 2025 tidak sekadar ucapan seremoni. Ini adalah ajakan untuk mengembalikan guru ke tempat terhormat—sebagaimana mestinya.
Menghormati guru berarti menjaga masa depan anak. Masa depan itu tidak hanya dibangun di rumah, tetapi juga di ruang kelas, bersama guru yang mendidik dengan penuh kesabaran, cinta, dan ketegasan.
Pada akhirnya, pesan ini sederhana: Percayalah pada guru. Bila ada masalah, selesaikan dengan adab. Karena adab adalah fondasi pendidikan, dan guru adalah penjaganya. (*)

Editor : Syahrir Rasyid