Dalil I’tikaf
Dalil disyariatkannya I’tikaf terdapat dalam QS Al Baqarah ayat 187: “…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [ QS al-Baqarah (2):187].
Selain itu, dalam hadis dikatakan “Bahwa Nabi SAW melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim].
Para ulama sepakat agar tidak keluar masjid saat melaksanakan i’tikaf. Boleh keluar masjid dengan beberapa alasan seperti yaitu; 1) karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan sholat Jum’at; 2) karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya; 3) karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.
Sementara itu, ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu; 1) melaksanakan sholat sunat, seperti sholat tahiyatul masjid, sholat lail dan lain-lain; 3) Membaca Al-Qur'an dan tadarus Al-Qur'an; 3) Berdzikir dan berdo’a; 4) membaca buku-buku agama. (*)
Editor : Syahrir Rasyid