HIKMAH JUMAT : Tanda-tanda Kematian Dan Cara Menyikapinya

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Banyak manusia yang sibuk memikirkan dan mengupayakan agar hidupnya enak. Namun, hanya sedikit manusia yang sibuk memikirkan dan mengupayakan agar matinya enak. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

BICARA mengenai kematian, penulis teringat akan kisah yang disampaikan oleh seorang Habaib ketika beliau berkhutbah di mimbar shalat Jum’at. Beliau menceritakan sebuah kisah tentang persahabatan Malaikat Izrail sang Pencabut Nyawa dengan seorang nabi yaitu Nabi Yaqub AS.

Kisah itu diambil dari sebuah kitab karya Abu Hamid Al-Ghazali yang berjudul Majmu’at Rasail. Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa Malaikat Izrail bersahabat baik dengan Nabi Yaqub AS.

Suatu ketika di pertemuan terakhir mereka, Nabi Yaqub mengajukan sebuah permintaan kepada Malaikat Izrail.

“Wahai Izrail sahabatku, karena engkau akan meninggalkanku dalam waktu yang sangat lama, aku memiliki permintaan kepadamu sebagai tanda persahabatan kita.” pinta Nabi Yaqub AS.

“Apa itu?” jawab Malaikat Izrail.

“Jika kematianku telah dekat, beri tahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” kata Nabi Yakub AS.

Malaikat Izrail menjawab: “Baiklah sahabatku, aku akan kirimkan utusanku kepadamu sebagai pertanda bahwa waktu kematianmu sudah dekat.”

Bahkan aku tidak hanya akan mengirim satu utusan, melainkan beberapa utusan agar engkau makin sadar bahwa waktu kematianmu sudah tidak lama lagi.” tambah Malaikat Izrail.

Setelah percakapan itu, akhirnya mereka berpisah untuk waktu yang sangat lama. Sampai suatu ketika, Malaikat Izrail pun datang kembali menjumpai Nabi Yaqub AS.

Sebagai seorang sahabat yang sudah lama tidak berjumpa, maka Nabi Yaqub AS menyambut kedatangan sahabatnya itu dengan penuh suka cita.

“Bagaimana kabarmu wahai sahabatku?” tanya Nabi Yaqub AS dengan hangat kepada Malaikat Izrail.

“Alhamdulillah baik.” jawab Malaikat Izrail singkat.

Mendengar jawaban yang singkat dan melihat sikap yang dingin dari Malaikat Izrail, maka Nabi Yaqub kembali melanjutkan pertanyaannya.

“Sahabatku, apakah engkau datang untuk bersilaturrahmi kepadaku atau untuk mencabut nyawaku?” tanya Nabi Yaqub AS.

“Aku datang untuk mencabut nyawamu.” jawab Malaikat Izrail.

“Tapi..., bukannya engkau dulu berjanji akan mengirim beberapa utusan kepadaku sebagai pertanda bahwa waktu kematianku telah dekat?” tanya Nabi Yaqub AS.

“Semua utusanku telah aku kirimkan kepadamu wahai sahabatku.” jawab Malaikat Izrail.

“Tapi mana, mana utusanmu itu?” tanya Nabi Yaqub penasaran.

“Bukannya dulu rambutmu hitam, tetapi kini sudah memutih? Bukannya dulu badanmu tegak, dan kini sudah membungkuk? Bukannya dulu badanmu kuat dan kekar, tetapi kini sudah lemah?” tanya Malaikat Izrail.

Nabi Yaqub hanya menganggukkan kepalanya menjawab setiap pertanyaan yang disampaikan Malaikat Izrail.

“Wahai Nabi Yaqub sahabatku, itulah di antara utusan-utusanku yang aku kirim kepadamu dan seluruh Bani Adam, sebagai pertanda semakin dekatnya waktu kematian.” jelas Malaikat Izrail.

Berdasarkan kisah di atas, sudah adakah tanda-tanda itu pada diri kita?

Bersiaplah wahai saudaraku.

Memang tidak semua yang meninggal harus memiliki tanda-tanda seperti pada kisah di atas. Karena pada dasarnya, kematian adalah hak prerogatif Allah.

Kapan, dimana, dan dengan cara apa, hanya Allah yang tahu. Yang jelas, setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Allah SWT berfirman :

“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).

Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita semua agar kita senantiasa mengingat kematian. Tujuannya adalah agar kehidupan kita menjadi lebih terarah dan diisi dengan amal-amal shalih sebagai bekal menuju alam keabadian.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah kalian dalam mengingat penghancur segala kelezatan dunia, yaitu kematian.”

Banyak manusia yang sibuk memikirkan dan mengupayakan agar hidupnya enak. Namun, hanya sedikit manusia yang sibuk memikirkan dan mengupayakan agar matinya enak.

Rasulullah SAW menjelaskan tentang sakitnya sakaratul maut dalam sabdanya: “Sakitnya sakaratul maut bagaikan tusukan (dalam riwayat lain disebutkan sabetan) tiga ratus pedang.” (HR. At-Tirmidzi).

Terbayang begitu sakitnya sakaratul maut. Tak ada satu pun di antara kita yang mampu menghindari gerbang kematian tersebut. Jika waktu kematian telah tiba, maka tidak ada satu pun yang sanggup untuk menundanya walaupun sesaat.

Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firmannya: “Tiap-tiap umat memiliki batas waktu. Maka ketika batas waktu itu tiba, mereka tidak dapat memundurkannya barang sesaat pun, dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf: 34). 

Dalam surat yang lain Allah SWT berfirman: “Dan sekali-kali Allah tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah tiba waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Munafiqun: 11).

Oleh karenanya, tidak ada cara lain bagi kita selain senantiasa berusaha untuk terus dan terus memperbaiki diri. Setiap hari yang diberikan Allah adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri.

Lakukanlah amal shalih, sekecil apapun itu. Karena kita tidak pernah tahu, dari amal shalih yang manakah yang menyebabkan kita dimasukkan ke dalam surga oleh Allah SWT.

Sekecil apapun amal shalih yang kita lakukan, maka kita akan mendapatkan balasannya. Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa  yang mengerjakan keburukan sebesar dzarah pun, niscaya ia akan melihat (balasan) nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8).

Berusahalah sekuat tenaga untuk melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Bersamaan dengan itu pula, berusaha juga lah untuk menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.

Itulah taqwa. Karena taqwa adalah sebaik-baik bekal bagi kita. Allah SWT berfirman: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197). (*)

Wallahu a’lam bish-shawab.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

         

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network